Rabu, 25 Juli 2018

I'tikaf







Pengertian I'tikaf
I'tikaf secara bahasa dapat diartikan tinggal sementara di suatu tempat, pengertian dalam
konteks Islam adalah tinggal sementara atau berdiam diri di masjid dalam rangka untuk
mencari keridhaan Allah SWT dan bermuhasabah (intropeksi) atas segala perbuatan-
perbuatannya yang bertujuan untuk meningkatkan kwalitas keimanannya.

Hukum I'tikaf
Ibnul Mundzir mengatakan, “Para ulama sepakat bahwa i’tikaf itu sunnah, bukan wajib kecuali jika seseorang mewajibkan bagi dirinya bernadzar untuk melaksanakan i’tikaf.”

Dari Abu Hurairah, ia berkata,
 كَانَ النَّبِىُّ – صلى الله عليه وسلم – يَعْتَكِفُ فِى كُلِّ رَمَضَانَ عَشْرَةَ أَيَّامٍ ، فَلَمَّا كَانَ الْعَامُ الَّذِى قُبِضَ فِيهِ اعْتَكَفَ عِشْرِينَ يَوْمًا 

“Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam biasa beri’tikaf pada bulan Ramadhan selama sepuluh
  hari. Namun pada tahun wafatnya, Beliau beri’tikaf selama dua puluh hari”.



Wanita Boleh Beri’tikaf Sebagaimana Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam mengizinkan istri beliau untuk beri’tikaf. ‘Aisyah radhiyallahu ‘anha berkata, كَانَ رَسُولُ اللَّهِ – صلى الله عليه وسلم – يَعْتَكِفُ فِى كُلِّ رَمَضَانَ ، وَإِذَا صَلَّى الْغَدَاةَ دَخَلَ مَكَانَهُ الَّذِى اعْتَكَفَ فِيهِ – قَالَ – فَاسْتَأْذَنَتْهُ عَائِشَةُ “Rasulullah shallallahu ‘alaihi wasallam biasa beri’tikaf pada bulan Ramadhan. Apabila selesai dari shalat shubuh, beliau masuk ke tempat khusus i’tikaf beliau. Dia (Yahya bin Sa’id) berkata: Kemudian ‘Aisyah radhiyallahu ‘anha meminta izin untuk bisa beri’tikaf bersama beliau, maka beliau mengizinkannya. Baca Selengkapnya : https://rumaysho.com/1150-panduan-itikaf-ramadhan.html




Tempat I'tikaf
Berdasar firman Allah Ta’ala,
 وَلَا تُبَاشِرُوهُنَّ وَأَنْتُمْ عَاكِفُونَ فِي الْمَسَاجِدِ 
 “(Tetapi) janganlah kamu campuri mereka sedang kamu beri’tikaf dalam masjid”
(QS. Al Baqarah: 187).

Demikian juga dikarenakan Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam begitu juga istri-istri beliau melakukannya di masjid, dan tidak pernah di rumah sama sekali. Ibnu Hajar rahimahullah berkata, “Para ulama sepakat bahwa disyaratkan melakukan i’tikaf di masjid.” Termasuk wanita, ia boleh melakukan i’tikaf sebagaimana laki-laki, tidak sah jika i'tikaf dilakukan selain di masjid.

Syarat-Syarat I'tikaf yang harus Dipenuhi antara lain:
1. Niat ber-i'tikaf
2. Islam
3. Sudah dewasa/baligh
4. Tempat I'tikaf harus di masjid (bukan mushola)
5. Ber-i'tikaf tidak diharuskan berpuasa (kalau bukan di bulan Ramadhon)

Rukun I'tikaf
1. Niat
2. Berdiam di masjid (QS. Al Baqarah : 187)


Keutamaan Dan Tujuan I’tikaf
Karena I'tikaf selalu dilakukan oleh Rasullah, para Sahabat, Para Istri Rasul dan para
ulama salafusholeh selalu melakukan i'tikaf, sudah tentu akan dapat dirasakan manfaatnya
terutama untuk batin dan meningkatkan kualitas keimanan kita. I’tikaf disyariatkan dalam rangka mensucikan hati dengan berkonsentrasi semaksimal mungkin dalam beribadah dan bertaqorrub kepada Allah pada waktu yang terbatas tetapi teramat tinggi nilainya. Jauh dari rutinitas kehidupan dunia, dengan berserah diri sepenuhnya kepada Sang Kholiq.
Untuk memperjelas keutamaan dan tujuan i'tikaf adalah sebagai berikut:
1. Mensucikan hati dan meningkatkan keimanan
2. Menjauhi perbuatan maksiat dan dosa dosa lain
3. Menunggu malam lailatul Qadar
4. Menambah ilmu agama Islam
5. Sholat tepat pada waktunya
6. Melakukan ibadah-ibadah dan sholat sunnah
7. Dijauhkan dari neraka
8. Lebih mencintai masjid
9. Berlatih dengan pola hidup sederhana
10. Lebih menjalin persaudaraan sesama muslim


Doa Niat I’tikaf

 نَوَيْتُ اَنْ اِعْتِكَفَ فِى هَذَا المَسْجِدِ سُنَّةً ِللهِ تَعَالَى 
 Artinya: Saya niat i'tikaf dimasjid, sunnah karena Allah Ta'ala.


Bagaimana Cara Memulai I'tikaf
Jika sudah ada niat dihati segera hubungi DKM  masjid setempat atau panitia i'tikaf
sebaiknya daftarkan sebelum bulan Ramadhan. Biasanya masjid-masjid yang punya
panitia i'tikaf  menyediakan makan sahur, tentu dengan mengisi formulir dahulu
pada waktu pendaftaran. Jika kita memilih masjid yang tidak jauh dari rumah, bisa
minta dianterin makan sahur oleh istri atau anak. untuk berbuka puasa biasanya
masjid masjid menyediakan buka secara gratis.

Waktu I'tikaf
Aisyah radhiyallahu ‘anha, ia berkata
bahwasanya Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam
biasa beri’tikaf di sepuluh hari terakhir dari
bulan Ramadhan hingga beliau diwafatkan
oleh Allah.Lalu istri-istri beliau
beri’tikaf setelah beliau wafat.
(HR. Bukhari no. 2026 dan Muslim no. 1172).

Sebenarnya I'tikaf boleh dilakukan kapan saja walau bukan dibulan Ramadhon,
Terdapat perbedaan di kalangan para Ulama’ mengenai waktu pelaksanaan i’tikaf ini, apakah i’tikaf ini dilaksanakan selama sehari-semalam ( atau 24 jam) atau i’tikaf itu boleh dilaksanakan dalam beberapa saat (beberapa waktu).
Ulama’ Hanafi berpendapat bahwa i’tikaf ini bisa dilaksanakan pada saat/ waktu yang hanya sebentar saja tapi tidak ditentukan batasan-batasan lamanya, sedang menurut Ulama’ Maliki i’tikaf ini dilaksanakan pada saat (dalam waktu) minimal satu malam satu hari. Dengan demikian jika kita memperhatikan pendapat di atas tersebut bisa disimpulkan bahwasanya waktu pelaksanaan i’tikaf ini dapat kita laksanakan dalam beberapa waktu tertentu, seperti misal; hanya dalam waktu 1 jam, 2 jam, 3 jam dan seterus-nya, dan i’tikaf ini boleh juga kita laksanakan selama (dalam waktu) sehari semalam (atau 24 jam).

Awal Dan Akhir I’tikaf
Bagi yang mengikuti sunnah Rasulullah shalallahu ‘alaihi wa sallam dengan beri’tikaf selama 10 hari terakhir bulan Ramadhan, maka waktunya dimulai sebelum terbenam matahari malam ke-21 sebagaimana sabda Rasulullah Saw; ”Barangsiapa yang ingin I’tikaf dengan aku, hendaklah ia I’tikaf pada 10 hari terakhir”. Adapun waktu keluarnya atau berakhirnya, yaitu setelah terbenam matahari pada hari terakhir bulan Ramadhan. Akan tetapi beberapa kalangan ulama mengatakan yang lebih mustahab (disenangi) adalah menunggu sampai akan dilaksanakannya shalat ied.

Ada beberapa hal yang diperbolehkan selama kita melaksanakan I'tikaf yaitu:
1. Keluar dari tempat I’tikaf untuk mengantar istri, sebagaimana yang dilakukan oleh
    Rasulullah SAW terhadap istrinya Shofiyah Radhiallahu ‘Anhu (HR. Bukhari Muslim).  2. Menyisir atau mencukur rambut, memotong kuku, membersihkan tubuh dari kotoran
    dan bau badan.
3. Keluar ke tempat yang memang amat diperlukan seperti untuk buang air besar dan
    kecil, makan, minum, (jika tidak ada yang mengantarkan), dan segala sesuatu yang
    tidak mungkin dilakukan di masjid. Tetapi ia harus segera kembali setelah
    menyelesaikan keperluannya.
 4. Makan, minum dan tidur di masjid dengan senantiasa menjaga kesucian dan
     kebersihan masjid.

Hal-Hal Yang Membatalkan I’tikaf
1. Meninggalkan masjid dengan sengaja tanpa keperluan, meski sebentar, karena
    meninggalkan masjid berarti mengabaikan salah satu rukun I’tikaf yaitu
    berdiam di masjid.
2. Murtad (keluar dari agama Islam)
3. Hilang Akal, karena gila atau mabuk
4. Haidh
5. Nifas
6. Berjima’ (bersetubuh dengan istri), tetapi memegang tanpa nafsu (syahwat),
    tidak apa-apa sebagaimana yang dilakukan Nabi dengan istri istrinya.


Amalan yang dapat dilakukan selama I'tikaf
Dengan mengkaji dari beberapa ayat dan hadits Rasulullah sallallahu alaihi wa salam,
ada beberapa amalan ibandah yang bisa dilakukan oleh mu’takif (orang yang melaksanakan i’tikaf), yaitu:
shalat sunnah, membaca Al-Qur’an, tasbih, tahmid, tahlil, takbir, istighfar, shalawat kepada Nabi Saw, doa dan sebagainya. Namun demikian yang menjadi prioritas utama adalah ibadah – ibadah mahdhah. Bahkan sebagian ulama seperti Imam Malik, meninggalkan segala aktivitas ilmiah lainnya dan berkonsentrasi penuh pada ibadah – ibadah mahdhah. Dalam upaya memperkokoh keislaman dan ketaqwaan, diperlukan bimbingan dari orang-orang yang ahli, karenanya dalam memanfaatkan momentum I’tikaf bisa dibenarkan melakukan berbagai kajian keislaman yang mengarahkan para peserta I’tikaf untuk membersihkan diri dari segala dosa dan sifat tercela serta menjalani kehidupan sesudah I’tikaf secara lebih baik sebagaimana yang ditentukan Allah Swt
dan Rasul-Nya.

Semoga Bermanfaat
Terima kasih Atas Kunjungannya







Tidak ada komentar:

Posting Komentar