Jumat, 14 September 2018

Cara Berwudhu yang Benar

















Pengertian Wudhu
Wudhu menurut bahasa artinya bersih dan indah, sedangkan menurut istilah syariah Islam artinya adalah menggunakan air pada anggota badan tertentu dengan cara tertentu yang dimulai dengan niat guna menghilangkan hadast kecil.  Sedahngkan menurut Hanafiyah, pengertian wudhu adalah mensucikan diri dengan menggunakan air untuk keempat anggota tubuh kita mulai dari wajah, kedua tangan, kepada, dan kedua kaki dengan cara-cara tertentu.

Dalam kata wudhu terkandung sebuah arti bahwa seorang muslim hendaknya memulai
segala ibadah dan kehidupannya dengan kesucian lahir dan batin. Sehingga wudhu
disyari’atkan bukan hanya ketika kita hendak beribadah, bahkan juga disyari’atkan dalam seluruh kondisi. Oleh karena itu, seorang muslim dianjurkan agar selalu berada dalam kondisi bersuci (wudhu’) sebagaimana yang dahulu yang dilazimi oleh Nabi -Shallallahu alaihi wa sallam- dan para sahabatnya yang mulia. Mereka senantiasa berwudhu, baik dalam kondisi senang atau dalam kondisi susah dan kurang menyenangkan (seperti, saat musim hujan dan musim dingin). Kebiasaan berwudhu’ ini butuh kepada kesabaran tinggi, sebab kita terkadang terserang perasaan malas. Perasaan malas ini akan hilang –Insya Allah- saat kita mengetahui keutamaan wudhu’.

Hukum Wudhu
Sebenarnya hukum wudhu itu sendiri itu sunnah, tapi hukum wudhu naik derajat menjadi
wajib bila hendak sholat, seperti dalam sabda Nabi Muhammad: .
“Tidak diterima sholatmu tanpa Bersuci atau Wudhu (HR. Muslim).
dan “Bersuci atau Berwudhu adalah sebagian dari iman (HR. Muslim).

Maka dari itu untuk sahnya shalat kita, perlunya kita memperbaiki dari yang awal yaitu cara berwudhu yang benar, jika wudhunya salah maka sholatnya tidak diterima, kita jangan pernah merasa cukup ilmu tentang wudhu, akan lebih baik jika kita mendalami
tentang ilmu wudhu sehingga kita akan merasa lebih yakin dan mantap dalam mengerjakan sholat baik fardhu maupun sholat sunnah.

Manfaat Wudhu
1. Wudhu mempunyai banyak keutamaan dan manfaat seperti yang diterangkan dari
    Sabda Nabi Muhammad SAW: “Barang siapa yang berwudhu secara sempurna,
    maka dosa-dosanya akan gugur atau hilang jasad-nya hingga keluar juga dari bawah
    kuku-kuku’nya (HR. Muslim). dan “Sesungguh Umatku kelak akan datang pada hari
    kiamat dalam keadaan muka dan kedua tangannya kemilau bercahaya karena
    bekas Berwudhu”.
2. Dalam hadist dijelaskan: “Apabila seorang dari kalian berwudhu’, lalu ia
     menyempurnakan wudhu’nya, kemudian ia pergi ke masjid karena semata-mata
     hanya untuk melakukan shalat, maka tidaklah ia melangkahkan kaki kirinya
     melainkan terhapus kejelekan darinya dan dituliskan kebaikan bersama langkah
     kaki kanannya hingga masuk masjid.” (HR. At-Thabrani).
3. Rasulullah shalallahu ‘alaihi wasallam bersabda, “Maukah kalian aku tunjukkan suatu
     amalan yang dengannya Allah akan menghapus dosa-dosa dan mengangkat
     derajatnya! Para shahabat berkata: “Tentu, wahai Rasulullah. Kemudian Rasulullah
     shalallahu ‘alaihi wasallam bersabda: “Menyempurnakan wudhu’ walaupun dalam
     kondisi sulit, memperbanyak jalan ke masjid, dan menunggu shalat setelah shalat,
     maka itulah yang disebut dengan ar ribath.” (HR. Muslim).
4. Diriwayatkan oleh Mu’adz bin Jabal bahwa Rasulullah shalallahu ‘alaihi wasallam
     bersabda: “Tidaklah seorang muslim tidur di malam hari dalam keadaan dengan
     berdzikir dan bersuci, kemudian ketika telah terbangun dari tidurnya lalu meminta
     kepada Allah kebaikan dunia dan akhirat, melainkan pasti Allah akan
     mengabulkannya.”
5. Walaupun tidak ada penelitian ilmiah yang menyatakan bahwa berwudhu dapat
     mencerahkan wajah. Namun faktanya, Anda bisa melihat orang-0rang yang baik
     agamanya dan senantiasa menjaga wudhu maka wajahnya akan tampak cerah dan
    bercahaya. Berbeda dari orang ahli maksiat biasanya wajahnya justru terlihat kusam,
    gelap dan tidak enak dipandang. Maka itu, kalau Anda ingin punya wajah cerah
    enggak perlu repot-repot mengoleskan berbagai krim pemutih, cukup
    memperbanyak wudhu saja.

Dalil Perintah Wudhu
يَا أَيُّهَا الَّذِينَ آمَنُوا إِذَا قُمْتُمْ إِلَى الصَّلَاةِ فَاغْسِلُوا وُجُوهَكُمْ وَأَيْدِيَكُمْ إِلَى الْمَرَافِقِ وَامْسَحُوا بِرُءُوسِكُمْ وَأَرْجُلَكُمْ إِلَى الْكَعْبَيْنِ ۚ وَإِنْ كُنْتُمْ جُنُبًا فَاطَّهَّرُوا ۚ وَإِنْ كُنْتُمْ مَرْضَىٰ أَوْ عَلَىٰ سَفَرٍ أَوْ جَاءَ أَحَدٌ مِنْكُمْ مِنَ الْغَائِطِ أَوْ لَامَسْتُمُ النِّسَاءَ فَلَمْ تَجِدُوا مَاءً فَتَيَمَّمُوا صَعِيدًا طَيِّبًا فَامْسَحُوا بِوُجُوهِكُمْ وَأَيْدِيكُمْ مِنْهُ ۚ مَا يُرِيدُ اللَّهُ لِيَجْعَلَ عَلَيْكُمْ مِنْ حَرَجٍ وَلَٰكِنْ يُرِيدُ لِيُطَهِّرَكُمْ وَلِيُتِمَّ نِعْمَتَهُ عَلَيْكُمْ لَعَلَّكُمْ تَشْكُرُونَ
Hai orang-orang yang beriman, apabila kamu hendak mengerjakan shalat, maka basuhlah mukamu dan tanganmu sampai dengan siku, dan sapulah kepalamu dan (basuh) kakimu sampai dengan kedua mata kaki, dan jika kamu junub maka mandilah, dan jika kamu sakit atau dalam perjalanan atau kembali dari tempat buang air (kakus) atau menyentuh perempuan, lalu kamu tidak memperoleh air, maka bertayammumlah dengan tanah yang baik (bersih); sapulah mukamu dan tanganmu dengan tanah itu. Allah tidak hendak menyulitkan kamu, tetapi Dia hendak membersihkan kamu dan menyempurnakan nikmat-Nya bagimu, supaya kamu bersyukur. (Surat Al-Ma'idah Ayat 6)

Syarat syah wudhu 
Islam
Baigh
Tidak berhadst besar
Menggunakan air yang suci dan dapat mensucikan (Air mutlak)
Tidak ada sesuatu yang menghalangi sampainya air ke kulit (Tato, kutek dll)

Air Suci Mensucikan
Air yang suci dan mensucikan biasa disebut dengan air yang bersih atau air muthlaq. Yaitu air yang turun dari langit atau keluar dari bumi yang belum dipakai untuk bersuci.
air suci mensucikan, yang dalam fiqih dikenal dengan istilah Thahirun Li nafsihi Muthahhirun li ghairihi. Contoh Air Suci Mensucikan:
1. Air hujan.
2. Air sumur.
3. Air laut.
4. Air sungai.
5. Air telaga.
6. Air embun.
7. Air salju.
8. Air ledeng/PDAM

Rukun wudhu
1. Niat
2. Membasuh muka (mulai dari tempat tumbuhnya rambut kepala bagian atas sampai
    dagu, dan dari telinga kanan samapai telinga kiri)
3. Membasuh kedua tangan sampai siku
4. Mengusap sebagian kepada rambut kepala
5. Membasuh kedua telapak kaki sampai mata kaki
6. Tertib / muwalah (Sesuai dengan urutan)

Doa sebelum dan sesudah wudhu
Berikut ini adalah urutan-urutan langkah atau tata cara doa dalam melakukan wudhu : Ketika diperjalanan untuk berwudhu
 اللهم اغفر لى ذنبى ووسع لى فى دارى وبارك لى فى رزقى 
Latin Allohummagfirlii dzambii wawasi'lii fii Fii daarii wabariklii Fii rizqii
Artinya : “Ya Allah,ampunilah dosaku, lapangkanlah rumahku dan berkahilah riqziku”

Do’a Ketika mau menggunakan air wudhu’
 اللهم اجعل الماء طهورا 
Latin Allhamdulillahi ladzii ja’alal maa’a thohuuraa.
Artinya: “ Segala puji bagi Allah Dzat yang telah menjadikan air suci”

Do’a Ketika Mencuci Kedua Tangan
 اللهم إنى أسألك اليمنى والبركة وأعوذ بك من السؤم والهلكة 
Latin Allaahumma innii as-alukal yumnaa wal barokaata wa-andzubika minas syu’mi wal halakah.
Artinya: ”Wahai Tuhanku,Sesungguhnya aku memohon kepada-Mu kebaikan ibadah dan keberkahan,dan aku berlindung kepada-Mu dari keburukan dan kebinasaan".

Do’a Ketika Berkumur
 اللهم اشقنى من حوض نبيك محمد صلى الله عليه وسلم كعسا أجمع بعده أبدا 
Latin Allaahumma asqinii min haudi Nabiyyika Muhammadin shallallaahu ’alaihi wasallama ka’san azhma’u ba’dahu abadan.
Artinya: ”Wahai Tuhanku,beri minumlah aku dari air telaga Nabi-Mu Nuhammad Saw.Satu gelas yang tidak akan haus buat selama-lamanya.”

Do’a Ketika Menghirup Air
 اللهم أرحنى رائحة الجنة ,وأنت عنى راض 
Latin Allaahumma arrihni raa-ihatal jannati wa anta anni radin
Artinya: ” YaTuhanku, berilah hirupan hidungku dengan wewangian syurgaو dan Engkau bagiku adalah yang meridhoi”

Do’a Niat Wudhu
 نويت الوضوء لرفع الحدث الأصغر فرضا لله تعالى 
Latin Nawaitul wudhuu-a liraf’il hadatsil asghari fardhan lillaahi ta’la
Artinya: ”Saya berniat wudhu’untuk membersihkan dari hadas kecil sebagai kewajiban karena perintahan Allah Yang Maha Tinggi”

Do'a Membasuh Muka
 اللهم بيض وجهى بنورك كما تبيض وجوه أوليائك ولا تسود وجهى بظلماتك يوم تسود وجوه أعدائك 
Latin "Allohumma bayyid wajhii binuurika yauma tabyadhu wujuhu auliyaaika, walaa taswaddu wajhii baduluumatika yaumu taswaswaddu wujuuhu a'daaika
Artinya: Ya Alloh, putihkanlah wajahku dengan cahaya-Mu, seperti engkau akan memberi keputihan kepada para kekasih-Mu (Wali-wali-Mu), dan janganlah kau hitamkan wajahku dengan kegelapan-Mu pada hari dimana Kau hitamkan wajah-wajah musuh-Mu".

Do’a Ketika Membasuh Tangan Kanan
 اللهم أعطنى كتابى بيمينى وحاسبنى حسابا يسيرا 
Latin Allaahumma a’yinii kitaabii biyaminii waahaasibnii hisaabaan yasiiraa.
Artinya: ” Ya Tuhanku,berilah aku kitab (catatan amalku) dari arah tangan kananku dan hisabilah aku dengan mudah (yaitu tidak berbelit-belit).”

Do’a Ketika Membasuh Tangan Kiri
 اللهم إنى أعوذبك أن تعطي كتابى بشمالى ولا من وراء ظهرى 
Latin Allohumma innii auudzubika antu'tiya kitaabii bisyimaalii walaa min warooi dhohrii Atau ada yang ini:
 اللهم لا تعطي كتابى بشمالى ولا من وراء ظهرى
Latin Allaahumma laatu’thinil kitaabiii bi syimaalii wa laa min waraa-i dhahri
Artinya: ” Ya Tuhanku ِ aku memohon perlindungan pada-Mu,janganlah Engkau berikan kitab (catatan amal) ku dari arah kiriku dan jaganlah pula dari arah belakangku.”

Do,a Mengusap Kepala.
 اللهم حرم شعرى ويشرى على النار وادخلنى تحت عرشك يوم لا ذل إلا ذلك 
Latin Allaahumma harrim sya’rii ’wa basyarii alan naari wazhillanii tahta ’arsika yauma laazhilla illaa zhilluka.
Artinya: ” Yaa Allah ya Tuhanku, haramkanlah rambutku dan kulitku dari sengatan api neraka dan naungilah aku di bawah arsy-Mu pada hari tiada naungan kecuali hanya naungan-Mu.”

Do’a Ketika Membasuh Telinga
 اللهم اسمعنى القول واتبعنى الحسنة واسمعنى منادي الجنة فى الجنة مع الأبرار 
Latin Allaahumma isma’niyalqoula wattabi'niyalhasanat wasma’nii munaadiyal jannati fil jannati ma’al abraari.
Artinya: ”Ya Allah ya Tuhanku, dengarkanlah kepadaku ucaban dan ikutkanlah aku kepada (ucapan) yang baik, dan dengarkanlah kepadaku suara pemangil syurga bersama orang-orang yang berbakti.”

Do’a Membasuh Kaki Kanan.
 اللهم ثبت قدمى على صراطك المستقيم مع أقدم عبادك الصالحين 
Latin Allaahumma tsabbit qadamii ’alaash shiraatikal mustaqiimi ma’a aqdaami ibaadikashaalihiin.
Artinya: ”Yaa Allah, yaa Tuhanku,tetapkanlah tumuitku diatas titian yang lurus bersama tumit hamba-hamba-Mu yang shaleh.”

Do’a Membasuh Kaki Kiri.
 اللهم إنى أعوذ بك أن تجل قدمى على صراط فى النار يوم تجل الأقدام الكافرين 
Latin Allaahumma inni aa’udzubika antazilla qadamii ’alaa shiraati fiin naari yauma tazillal aqdamul kaafiriina.
Artinya: ”Yaa Allah yaa Tuhanku,sesungguhnya aku-berlindung kepada-Mu dari keterpelesetan tumuitku dari atas jalan neraka,pada hari dikala terpeleset tumit orang-orang kafir.”

Do’a Setelah Selesai Wudhu.
 أَشْهَدُ اَنْ لاَإِلَهَ اِلاَّ اللهُ وَحْدَهُ لاَشَرِيْكَ لَهُ, وَأَشْهَدُ اَنَّ مُحَمَّدًا عَبْدُهُ وَرَسُوْلُهُ اللَّهُمَّ اجْعَلْنِي مِنَ التَّوَّابِيْنَ وَاجْعَلْنِي مِنَ الْمُتَطَهِّرِيْنَوَجْعَلْنَيْ مِن عِبَادِكَ الصَّالِحِيْنَ. أمين 
Latin Asysy hadu an laa illaaha illallaah wah dahulaa syarikalah waasyhadu anna muhammadan ’abduhuu wa rarasuuluhu, allaahummaj ’alnii minat tawaabiina waj’alnii minal mutathahhitiina waj:alnii min ’ibaadikash shaalihiin.
Artinya: ”Aku bersaksi bahwa tiada Tuhan selain Allah Satu-satu-Nya, tiada sekutu bagi-Nya Dan Saya bersaksi bahwa Muhammad adalah hamba-Nya dan utusan-Nya. Yaa Allah,jadikanlah saya termasuk orang-orang yang bertaubat dan jadikanlah aku termasuk orang-orang yang suci dan jadikanlah saya termasuk orang-orang yang shali. dan segala puji bagi-Mu, Ya Alloh. Semoga kau kabulkan permohonanku.”.


Niat wudhu Berikut ini adalah bacaa niat ketika hendak melakukan wudhu ;
 بِسْمِ اللهِ الرَّحْمٰنِ الرَّحِيْمِ نَوَيْتُ الْوُضُوْءَلِرَفْعِ الْحَدَثِ الْاَصْغَرِفَرْضًالِلّٰهِ تَعَالٰى 
Latin ; “Nawaitul wudhuu-a liraf’ll hadatsil ashghari fardhal lilaahi ta’aalaa” Artinya : "Aku niat berwudhu untuk menghilangkan hadats kecil, fardhu karena Allah."


Tata cara melakukan wudhu
Berikut ini akan ada 2 cara melakukan wudhu, yang pertama penjelasan melakukan wudhu tanpa gambar dan yang berikutnya disertai gambar, jangan hawatir berbeda, karena hanya ada yang disertakan sunnahnya ada yang tidak, di lengkapi versi bergambar supaya lebih mudah dalam memahami, bagi yang masih awam.

1. Apabila seorang muslim mau berwudhu maka hendaknya membaca
   "Bismillahirrahmanirrahim" sebab Rasulullah SAW bersabda "Tidak sah wudhu
   orang yg tidak menyebut nama Allah" . Dan apabila ia lupa maka tidaklah mengapa.
   Jika hanya mengucapkan "Bismillah" saja maka dianggap cukup.
2. Kemudian disunnahkan mencuci kedua telapak tangannya sebanyak tiga kali sebelum
    memulai wudhu.
3. Kemudian berkumur-kumur.
4.  Lalu menghirup air dgn hidung lalu mengeluarkannya.
     Disunnahkan ketika menghirup air di lakukan dgn kuat kecuali jika dalam keadaan
     berpuasa maka ia tidak mengeraskannya krn dikhawatirkan air masuk ke dalam
     tenggorokan. Rasulullah bersabda "Keraskanlah di dalam menghirup air dgn hidung
     kecuali jika kamu sedang berpuasa."

5. Membaca niat
 بِسْمِ اللهِ الرَّحْمٰنِ الرَّحِيْمِ نَوَيْتُ الْوُضُوْءَلِرَفْعِ الْحَدَثِ الْاَصْغَرِفَرْضًالِلّٰهِ تَعَالٰى 
Latin ; “Nawaitul wudhuu-a liraf’ll hadatsil ashghari fardhal lilaahi ta’aalaa”
Artinya : "Aku niat berwudhu untuk menghilangkan hadats kecil, fardhu karena Allah."

6. Lalu membasuh muka. Batas muka adl dari batas tumbuhnya rambut kepala bagian
    atas sampai dagu dan mulai dari batas telinga kanan hingga telinga kiri. Dan jika
    rambut yg ada pada muka tipis maka wajib dicuci hingga pada kulit dasarnya.
   Tetapi jika tebal maka wajib mencuci bagian atasnya saja namun disunnahkan
    mencelah-celahi rambut yg tebal tersebut. Karena Rasulullah selalu mencelah-celahi
   jenggotnya di saat berwudhu.
7. Kemudian mencuci kedua tangan sampai siku krn Allah berfirman
   "dan kedua tanganmu hingga siku."
8. Kemudian mengusap kepala beserta kedua telinga satu kali dimulai dari bagian depan
    kepala lalu diusapkan ke belakang kepala lalu mengembalikannya ke depan kepala.
    Setelah itu langsung mengusap kedua telinga dgn air yg tersisa pada tangannya.
9. Lalu mencuci kedua kaki sampai kedua mata kaki krn Allah berfirman
    "dan kedua kakimu hingga dua mata kaki." . Yang dimaksud mata kaki adl benjolan
    yg ada di sebelah bawah betis. Kedua mata kaki tersebut wajib dicuci berbarengan
    dgn kaki. Orang yg tangan atau kakinya terpotong maka ia mencuci bagian yg
    tersisa yg wajib dicuci. Dan apabila tangan atau kakinya itu terpotong semua
    maka cukup mencuci bagian ujungnya saja.
10.  Ketika berwudhu wajib mencuci anggota-anggota wudhunya secara berurutan tidak
       menunda pencucian salah satunya hingga yg sebelumnya kering. Hal ini berdasar
       hadits yg diriwayatkan Ibn Umar Zaid bin Sabit dan Abu Hurairah bahwa Nabi
       senantiasa berwudu secara berurutan kemudian beliau bersabda
"Inilah cara berwudu di mana Allah tidak akan menerima shalat seseorang
kecuali dgn wudu seperti ini."
11. Boleh mengelap anggota-anggota wudhu seusai berwudhu. namun jika ingin
      mendapatkan sunnahnya maka biarkan saja, jangan di lap.
12. Membaca doa setelah berwudhu (Lihat di bagian doa sesudah dan sebelum berwudhu)




Sunnah dalam Wudhu
Berikut ini adalah beberapa sunnah yang dapat dikerjakan saat melakukan wudhu ;
- Membaca basmalah ketika hendak memulai berwudhu
- Disunnahkan untuk berkumur kumur
- Disunnatkan bagi tiap muslim menggosok gigi sebelum memulai wudhunya krn
  Rasulullah bersabda “Sekiranya aku tidak memberatkan umatku niscaya aku perintah
  mere-ka bersiwak tiap kali akan berwudhu.”
  (Riwayat Ahmad dan dishahihkan oleh Al-Albani dalam Al-Irwa’).
- Disunnatkan pula mencuci kedua telapak tangan tiga kali sebelum berwudhu
  sebagaimana disebutkan di atas kecuali jika setelah bangun tidur maka hukumnya
  wajib mencucinya tiga kali sebelum berwudhu. Sebab boleh jadi kedua tangannya
  telah menyentuh kotoran di waktu tidurnya sedangkan ia tidak merasakannya.
  Rasulullah bersabda “Apabila seorang di antara kamu bangun tidur maka hendaknya
  tidak mencelupkan kedua tangannya di dalam bejana air sebelum mencucinya terlebih
  dahulu tiga kali krn sesungguhnya ia tidak mengetahui di mana tangannya berada .”
- Disunnatkan keras di dalam meng-hirup air dgn hidung sebagaimana dijelaskan di atas.
- Disunnatkan bagi orang muslim mencelah-celahi jenggot jika tebal ketika membasuh
  muka.
- Disunnatkan bagi orang muslim mencelah-celahi jari-jari tangan dan kaki di saat
   mencucinya krn Rasulullah bersabda “Celah-celahilah jari-jemari kamu.”.
   Mencuci anggota wudhu yg kanan terlebih dahulu sebelum mencuci anggota wudhu
   yg kiri. Mencuci tangan kanan terlebih dahulu kemudian tangan kiri dan begitu pula
   mencuci kaki kanan sebelum mencuci kaki kiri.
   Mencuci anggota-anggota wudhu dua atau tiga kali namun kepala cukup diusap satu
   kali usapan saja. Tidak berlebih-lebihan dalam pemakaian air krn Rasulullah berwudhu
   dgn mencuci tiga kali lalu bersabda “Barangsiapa mencuci lbh maka ia telah berbuat
   kesalahan dan kezhaliman.” Membaca doa setelah berwudhu (Lihat di bagian doa
  sesudah dan sebelum berwudhu) Tidak mengeringkan bekas basuhan air setelah
  selesai berwudhu Dilanjutkan dengan mengerjakan sholat sunnah setelah berwudhu 


Hal-hal yang membatalkan wudhu 
Keluar sesuatu dari kubul (penis dan vagina) dan dubur (anus) atau salah satu dari keduanya baik berupa kotoran, air kencing, angin, air mani, madzi, wadi, darah haid dan nifas. Tidur, terkecuali jika tidurnya dengan duduk dan masih dalam keadaan semula (tidak berubah posisi/kedudukannya) Hilang akal, seperti gila, pinsan, atau mabuk Menyentuh kemaluan, (kubul dan dubur), dengan telapak tangan secara langsung (tanpa adanya penghalang seperti kain, dll). baik ,ilik sendiri maupun milik orang lain, dan baik dewasa maupun anak anak Melakukan hubungan suami istrei Bersentuhan kulit laki laki dengan kulit perempuan. laki laki tersebut sudah aqil baligh atau dewasa diantara kulit keduanya tidak ada kain atau baju yang membatasi kuli saat bersentuhan laki laki dan perempuan tersebut bukan muhrimnya (muhrim = orang yang tidak boleh dinikahi), baik karena hubungan nasab/keturunan maupun ikatan perkawinan (mertua terhadap menantunya) dengan menggunakan kulit, jika menggunakan rambut, gigi, dan kuku tidak membatalkan wudhu, untuk orang yang disentuh maupun yang menyentuh, baik tidak sengagaja ataupun bahkan disengaja, keduanya telah batal dalam wudhunya, dan harus berwudhu kembali untuk mensucikan diri.

Beda Pendapat dalam hal yang Membatalkan Wudhu
yang menjadi perselisihan dalam hal membatalkan wudhu Dalam masalah fiqhiyyah baik itu fiqh ibadah ataupun fiqh muamalah sering sekali kita dapati perselisihan di antara ahlul ilmi. Hal ini disebabkan tersamarnya dalil yang jelas dalam pengetahuan mereka, baik dari Al-Qur’an ataupun dari hadits dan karena satu keadaan dimana masing-masing mereka harus berijtihad terhadap permasalahan yang ada, sehingga timbullah beragam pandangan. Permasalahan ini sebetulnya bukan permasalahan yang baru karena sejak zaman sahabat kita dapati mereka berselisih dalam beberapa masalah fiqhiyyah dan diikuti oleh zaman setelahnya dari kalangan para imam. Walaupun kita dapati mereka berselisih dalam berbagai permasalahan, namun mereka terhadap satu dengan yang lainnya saling berlapang dada selama perkara itu bukanlah perkara yang ganjil yang menyelisihi pendapat yang ma‘ruf (atau meyelisihi ijma’), walaupun juga dalam banyak permasalahan kita dapati mereka bersepakat di atasnya. Demikianlah yang ingin kami utarakan sebelum masuk ke dalam masalah yang diperselisihkan di sini, yang mana mungkin penulis berbeda pandangan dalam menguatkan satu permasalahan dengan pembaca, sehingga bila didapati hal yang demikian hendaknya kita berlapang dada. Tentunya dengan tidak menolak pandangan yang ada selama itu adalah ma’ruf di kalangan ahlul ilmi salafus shalih. Mungkin penulis memberikan contoh waqi‘iyyah (kenyataan) yang penulis sendiri mengalaminya (yang terkenang di sisi penulis). Suatu ketika penulis shalat berdampingan dalam satu shaf dengan guru kami Asy-Syaikh Al-Muhaddits Muqbil rahimahullah. Pada waktu itu penulis berpandangan menggerak-gerakkan jari dalam tasyahud karena memilih pendapat tahrik (menggerak-gerakkan jari) sesuai dengan pendapat yang ma’ruf. Sementara guru kami adalah orang yang sangat keras melemahkan hadits dalam masalah tahrik ini dan memandangnya syadz (ganjil). Namun selesai shalat beliau rahimahullah tidak memaksakan pendapatnya kepada penulis dalam keadaan beliau berkuasa untuk memaksa dan melakukan penekanan. Bahkan yang ada dalam berbagai majelis beliau berbangga dengan keberadaan murid-muridnya yang tidak taqlid (mengikut tanpa dalil) kepada beliau tapi berpegang dengan dalil sekalipun harus berbeda pandangan dengan beliau rahimahullah rahmatan wasi‘atan. Menyentuh wanita Ahlul ilmi terbagi dalam dua pendapat dalam menafsirkan firman Allah Subhanahu wa Ta’ala:
 أَوْ لاَمَسْتُمُ النِّسآءَ 
Artinya ; “Atau kalian menyentuh wanita …” (An-Nisa: 43)
Pertama: sebagian mereka menafsirkan “menyentuh” dengan jima’ (senggama), seperti pendapat Ibnu ‘Abbas, ‘Ali, ‘Ubay bin Ka’b, Mujahid, Thawus, Al-Hasan, ‘Ubaid bin ‘Umair, Sa’id bin Jubair, Asy-Sya’bi, Qatadah dan Muqatil bin Hayyan. (Tafsir Ibnu Katsir, 2/227)
Kedua: ahlul ilmi yang lain berpendapat “menyentuh” di sini lebih luas/ umum daripada jima’ sehingga termasuk di dalamnya menyentuh dengan tangan, mencium, bersenggolan, dan semisalnya. Di antara yang berpendapat seperti ini adalah Ibnu Mas’ud dan Ibnu ‘Umar dari kalangan shahabat. Abu ‘Utsman An-Nahdi, Abu ‘Ubaidah bin Abdillah bin Mas’ud, ‘Amir Asy-Sya’bi, Tsabit ibnul Hajjaj, Ibrahim An-Nakha’i dan Zaid bin Aslam. (Tafsir Ibnu Katsir, 2/227)

Adapun pendapat pertama, bila seseorang menyentuh wanita dengan tangannya atau dengan seluruh tubuhnya selain jima’ maka tidaklah membatalkan wudhu. Sedangkan pendapat kedua menunjukkan sekedar menyentuh wanita, walaupun tidak sampai jima’, membatalkan wudhu. Dari dua penafsiran di atas yang rajih adalah penafsiran yang pertama bahwa yang dimaksud dengan menyentuh dalam ayat di atas adalah jima’ sebagaimana hal ini ditunjukkan dalam Al-Qur’an sendiri1 dan juga dalam hadits-hadits Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wa sallam yang menunjukkan bahwa semata-mata bersentuhan dengan wanita (tanpa jima’) tidaklah membatalkan wudhu. Ibnu Taimiyyah rahimahullah berkata: “Yang dimaksudkan (oleh ayat Allah Shallallahu ‘alaihi wa sallam ini) adalah jima’, sebagaimana dikatakan oleh Ibnu ‘Abbas radhiallahu ‘anhuma dan selainnya dari kalangan Arab. Dan diriwayatkan hal ini dari ‘Ali radhiallahu ‘anhu dan selainnya. Inilah yang shahih tentang makna ayat ini. Sementara menyentuh wanita (bukan jima’) sama sekali tidak ada dalilnya dari Al-Qur’an maupun As-Sunnah yang menunjukkan bahwa hal itu membatalkan wudhu. Adalah kaum muslimin senantiasa bersentuhan dengan istri-istri mereka namun tidak ada seorang muslim pun yang menukilkan dari Nabi Shallallahu ‘alaihi wa sallam bahwa beliau memerintahkan kepada seseorang untuk berwudhu karena menyentuh para wanita (istri).” Beliau juga berkata: “Telah diriwayatkan dari Ibnu ‘Umar dan Al-Hasan bahwa menyentuh di sini dengan tangan dan ini merupakan pendapat sekelompok salaf. Adapun apabila menyentuh wanita tersebut dengan syahwat, tidaklah wajib berwudhu karenanya, namun apabila dia berwudhu, perkara tersebut baik dan disenangi (yang tujuannya) untuk memadamkan syahwat sebagaimana disenangi berwudhu dari marah untuk memadamkannya. Adapun menyentuh wanita tanpa syahwat maka aku sama sekali tidak mengetahui adanya pendapat dari salaf bahwa hal itu membatalkan wudhu.” (Majmu’ Al-Fatawa, 21/410) Asy-Syaikh Ibnu ‘Utsaimin rahimahullah berkata: “Pendapat yang rajih adalah menyentuh wanita tidak membatalkan wudhu secara mutlak, sama saja baik dengan syahwat atau tidak dengan syahwat kecuali bila keluar sesuatu darinya (madzi atau mani). Bila yang keluar mani maka wajib baginya mandi sementara kalau yang keluar madzi maka wajib baginya mencuci dzakar-nya dan berwudhu.” (Majmu’ Fatawa wa Rasail, 4/201, 202) Dalil dari As-Sunnah yang menunjukkan bahwa bersentuhan dengan wanita (selain jima’) tidaklah membatalkan wudhu di antaranya: Aisyah radhiallahu ‘anha berkata:
 كُنْتُ أَناَمُ بَيْنَ يَدَي رَسُوْلِ اللهِ صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ وَرِجْلاَيَ فِي قِبْلَتِهِ، فَإِذَا سَجَدَ غَمَزَنِي فَقَبَضْتُ رِجْلَيَّ، فَإِذَا قَامَ بَسَطْتُهَا 
 Artinya ; “Aku pernah tidur di hadapan Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wa sallam dalam keadaan kedua kaki di arah kiblat beliau (ketika itu beliau sedang shalat, pen) maka bila beliau sujud, beliau menyentuhku (dengan ujung jarinya) hingga aku pun menekuk kedua kakiku. Bila beliau berdiri, aku kembali membentangkan kedua kakiku.” (HR. Al-Bukhari no. 382 dan Muslim no. 512)

Aisyah radhiallahu ‘anha juga mengabarkan:
 فَقَدْتُ رَسُوْلَ اللهِ صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ لَيْلَةً مِنَ الْفِرَاشِ فَلْتَمَسْتُهُ فَوَقَعَتْ يَدِي عَلَى بَطْنِ قَدَمَيْهِ وَهُوَ فِي الْمَسْجِدِ وَهُمَا مَنْصُوبَتَانِ وَهُوَ يَقُوْلُ: اللّهُمَّ إِنِّي أَعُوْذُ بِرِضَاكَ مِنْ سَخَطِكَ وَبِمُعَافَاتِكَ مِنْ عُقُوْبَتِكَ، وَأَعُوْذُ بِكَ مِنْكَ لاَ أُحْصِي ثَنَاءً عَلَيْكَ أَنْتَ كَمَا أَثْنَيْتَ عَلَى نَفْسِكَ 
Artinya ; “Suatu malam, aku pernah kehilangan Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wa sallam dari tempat tidurku. Maka aku pun meraba-raba mencari beliau hingga kedua tanganku menyentuh bagian dalam kedua telapak kaki beliau yang sedang ditegakkan. Ketika itu beliau di tempat shalatnya (dalam keadaan sujud) dan sedang berdoa: Ya Allah, aku berlindung dengan keridhaan-Mu dari kemurkaan-Mu dan dengan maaf-Mu dari hukuman-Mu. Dan aku berlindung kepada-Mu dari-Mu, aku tidak dapat menghitung pujian atas-Mu, Engkau sebagaimana yang Engkau puji terhadap diri-Mu.”
(HR. Muslim no. 486)

Muntah Di antara ulama ada yang berpendapat bahwa muntah mengharuskan seseorang untuk berwudhu dengan dalil hadits Ma’dan bin Abi Thalhah dari Abu Ad-Darda bahwasanya Nabi Shallallahu ‘alaihi wa sallam pernah muntah, lalu beliau berbuka dan berwudhu. Kata Ma’dan: “Aku berjumpa dengan Tsauban di masjid Damaskus, maka aku sebutkan hal itu padanya, Tsauban pun berkata: “Abu Ad-Darda benar, akulah yang menuangkan air wudhu beliau Shallallahu ‘alaihi wa sallam.” (HR. At-Tirmidzi no. 87)

Al-Imam Asy-Syaukani rahimahullah berkata: “Al-Baihaqi mengatakan bahwa hadits ini diperselisihkan (mukhtalaf) pada sanadnya. Kalaupun hadits ini shahih maka dibawa pemahamannya pada muntah yang sengaja.” Di tempat lain Al-Baihaqi berkata: “Isnad hadits ini mudhtharib (goncang), tidak bisa ditegakkan hujjah dengannya.” (Nailul Authar, 1/268). Asy-Syaikh Ahmad Syakir rahimahullah di dalam ta’liq beliau terhadap kitab Ar-Raudhatun Nadiyyah mengatakan: “Hadits-hadits yang diriwayatkan dalam masalah batalnya wudhu karena muntah adalah lemah semuanya, tidak dapat dijadikan hujjah.” (ta’liq beliau dinukil dari Ta’liqat Ar-Radhiyyah, 1/174)2 Ulama berselisih pendapat dalam masalah muntah ini: - Di antara mereka ada yang berpendapat muntah itu membatalkan wudhu seperti Abu Hanifah dan pengikut mazhab Abu Hanifah, dengan syarat muntah itu berasal dari dalam perut, memenuhi mulut dan keluar sekaligus.
(Nailul Authar, 1/268)

Al-Imam At-Tirmidzi t berkata: “Sebagian ahlul ilmi dari kalangan sahabat Nabi Shallallahu ‘alaihi wa sallam dan selain mereka dari kalangan tabi’in berpandangan untuk berwudhu disebabkan muntah dan mimisan. Demikian pendapat Sufyan Ats-Tsauri, Ibnul Mubarak, Ahmad dan Ishaq. Sementara sebagian ahlul ilmi yang lainnya berpendapat tidak ada keharusan berwudhu karena muntah dan mimisan, demikian pendapat Malik dan Asy-Syafi’i. (Sunan At-Tirmidzi, 1/59) - Adapun ulama yang lain seperti 7 imam yang faqih dari Madinah, Asy-Syafi‘i dan orang-orang yang mengikuti mazhab Asy-Syafi’i, juga satu riwayat dari Al-Imam Ahmad menunjukkan bahwa keluar sesuatu dari tubuh selain qubul dan dubur tidaklah membatalkan wudhu, baik sedikit ataupun banyak, kecuali bila yang keluar dari tubuh itu kencing ataupun tahi.
(Nailul Authar, 1/268, Asy-Syarhul Mumti’, 1/234).

Inilah pendapat yang rajih dan menenangkan bagi kami. Mereka berdalil sebagai berikut: Hukum asal perkara ini tidaklah membatalkan wudhu. Sehingga barangsiapa yang menyatakan suatu perkara menyelisihi hukum asalnya maka hendaklah ia membawakan dalil. Sucinya orang yang berwudhu dinyatakan dengan pasti oleh kandungan dalil syar‘i, maka apa yang telah pasti tidaklah mungkin mengangkat kesuciannya (menyatakan hilang/ membatalkannya) kecuali dengan dalil syar‘i. Hadits yang dijadikan dalil oleh pendapat pertama telah dilemahkan oleh mayoritas ulama. Apa yang ditunjukkan dalam hadits ini adalah semata-mata fi‘il (perbuatan) sedangkan yang semata-mata fi‘il tidaklah menunjukkan suatu yang wajib. (Asy-Syarhul Mumti‘, 1/224-225) Al-Imam An-Nawawi rahimahullah berkata: “Tidaklah batal wudhu dengan keluarnya sesuatu dari selain dua jalan (qubul dan dubur) seperti pendarahan, darah yang keluar karena berbekam, muntah dan mimisan, sama saja baik keluarnya banyak ataupun sedikit.

Demikian pendapat Ibnu ‘Abbas, Ibnu ‘Umar, Ibnu Abi Aufa, Jabir, Abu Hurairah, ‘Aisyah, Ibnul Musayyab, Salim bin Abdillah bin ‘Umar, Al-Qasim bin Muhammad, Thawus, ‘Atha, Mak-hul, Rabi’ah, Malik, Abu Tsaur dan Dawud. Al-Baghawi berkata: “Ini merupakan pendapat mayoritas shahabat dan tabi`in.” (Al-Majmu’, 2/63) Adapun Syaikhul Islam Ibnu Taimiyyah rahimahullah dalam Majmu’atur Rasail Al-Kubra, beliau berpendapat hukumnya di sini adalah sunnah sebagaimana dinukilkan oleh Asy-Syaikh Al Albani rahimahullah. Demikian juga beliau menyatakan sunnahnya berwudhu setelah muntah. (Tamamul Minnah, hal. 111, 112) Sementara hadits ‘Aisyah radhiallahu ‘anha bahwasanya Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda:
 مَنْ أَصَابَهَ قَيْءٌ أَوْ رُعَافٌ أَوْ قَلَسٌ أَوْ مَذِيٌ
 فَلْيَنْصَرِفْ، فَلْيَتَوَضَّأْ… 
Artinya ; “Siapa yang ditimpa (mengeluarkan) muntah, mimisan, qalas4 atau madzi (di dalam shalatnya) hendaklah ia berpaling dari shalatnya lalu berwudhu.”
(HR. Ibnu Majah no. 1221)

Al-Imam Asy-Syaukani rahimahullah berkata: “Hadits ini dinyatakan cacat oleh sebagian Ahlul Hadits karena setiap periwayatan Isma’il ibnu ‘Iyasy dari orang-orang Hijaz semuanya dinilai lemah. Sementara dalam hadits ini Isma’il meriwayatkan dari Ibnu Juraij yang dia itu orang Hijaz. Juga karena para perawi yang meriwayatkan dari Ibnu Juraij –yang mereka itu adalah para tokoh penghapal– meriwayatkannya secara mursal (menyelisihi periwayatan Isma’il yang meriwayatkannya secara ittishal (bersambung) – pen.), sebagaimana hal ini dikatakan oleh penulis kitab Muntaqal Akhbar. Terlebih lagi riwayat yang mursal ini dinyatakan shahih oleh Adz-Dzuhli, Ad-Daruquthni dalam kitab Al-’Ilal, begitu pula Abu Hatim dan beliau mengatakan telah terjadi kesalahan dalam periwayatan Isma’il. Ibnu Ma’in berkata hadits ini dha’if. (Nailul Authar, 1/269) Al-Hafidz Ibnu Hajar rahimahullah mengatakan bahwa Al-Imam Ahmad dan selain beliau men-dha’if-kan hadits ini (Bulughul Maram hal. 36) Darah yang keluar dari tubuh Darah yang keluar dari tubuh seseorang, selain kemaluannya tidaklah membatalkan wudhu, sama saja apakah darah itu sedikit ataupun banyak. Demikian pendapat Ibnu ‘Abbas, Ibnu Abi Aufa, Abu Hurairah, Jabir bin Zaid, Ibnul Musayyab, Mak-hul, Rabi’ah, An-Nashir, Malik dan Asy-Syafi’i. (Nailul Authar, 1/269-270). Dan ini pendapat yang rajih menurut penulis. Wallahu ta’ala a’lam bish-shawab. Dari kalangan ahlul ilmi ada yang membedakan antara darah sedikit dengan yang banyak. Bila keluarnya sedikit tidak membatalkan wudhu namun bila keluarnya banyak akan membatalkan wudhu. Hal ini seperti pendapat Abu Hanifah, Al-Imam Ahmad dan Ishaq. (Nailul Authar, 1/269)

Adapun dalil bahwa darah tidak membatalkan wudhu adalah hadits tentang seorang shahabat Al-Anshari yang tetap mengerjakan shalat walaupun darahnya terus mengalir karena luka akibat tikaman anak panah pada tubuhnya
(HR. Al-Bukhari secara mu‘allaq dan secara maushul oleh Al-Imam Ahmad, Abu Dawud dan selainnya. Dishahihkan Asy-Syaikh Al-Albani dalam Shahih Sunan Abi Dawud no. 193)

Seandainya darah yang banyak itu membatalkan wudhu niscaya shahabat Nabi Shallallahu ‘alaihi wa sallam itu dilarang untuk mengerjakan shalat dan akan disebutkan teguran dari Nabi Shallallahu ‘alaihi wa sallam atas shalat yang ia kerjakan tersebut dan akan diterangkan kepadanya atau siapa yang bersamanya. Karena mengakhirkan penjelasan/ penerangan pada saat dibutuhkan penerangannya tidaklah diperbolehkan. Mereka para shahabat radhiallahu ‘anhum sering terjun ke dalam medan pertempuran hingga badan dan pakaian mereka berlumuran darah. Namun tidak dinukilkan dari mereka bahwa mereka berwudhu karenanya dan tidak didengar dari mereka bahwa perkara ini membatalkan wudhu. (Sailul Jarar, 1/262, Tamamul Minnah, hal. 51-52) Wallahu ta‘ala a‘lam bish-shawab wal ilmu ‘indallah. Seperti dalam ayat: “Wahai orang-orang yang beriman, apabila kalian menikahi wanita-wanita mukminah kemudian kalian menceraikan mereka sebelum kalian menyentuh mereka, maka tidak ada kewajiban bagi mereka untuk menjalani iddah.” (Al-Ahzab: 49) Ayat ini jelas sekali menunjukkan bahwa menyentuh yang dikaitkan dengan wanita maka yang dimaksudkan adalah jima’. Di antara imam ahlul hadits ada juga yang menguatkan hadits ini seperti Ibnu Mandah dan Asy-Syaikh Al-Albani di Tamamul Minnah, beliau mengatakan sanadnya shahih (hal. 111) Adapun permasalahan yang disebutkan di sini juga merupakan perkara yang diperselisihkan ahlul ilmi sebagaimana disebutkan sendiri oleh Al-Imam An-Nawawi dalam Al-Majmu‘ (2/63).
Qalas adalah muntah yang keluar dari tenggorokan, bukan dari perut.
(Subulus Salam, 1/105)





Kamis, 13 September 2018

Cara Bertayamum


















Arti Tayamum
Tayamum adalah bersuci dengan menggunakan tanah/debu dengan mengusap wajah dan
tangan dengan niat agar dapat mengerjakan sholat.

Tayamum adalah pengganti wudhu atau mandi wajib yang tadinya seharusnya menggunakan air bersih digantikan dengan menggunakan tanah atau debu yang bersih, sebagai rukhsah (keringanan) untuk orang yang tidak dapat memakai air karena beberapa halangan (uzur) yaitu karena sakit, karena dalam perjalanan, dan karena tidak adanya air. Yang boleh dijadikan alat tayamum adalah tanah suci yang ada debunya. Dilarang bertayamum dengan tanah berlumpur, bernajis atau berbingkah. Pasir halus, pecahan batu halus boleh dijadikan alat melakukan tayamum. Orang yang melakukan tayamum lalu shalat, apabila air sudah tersedia maka ia tidak wajib mengulang sholatnya. Namun untuk menghilangkan hadast, harus tetap mengutamakan air daripada tayamum yang wajib hukumnya bila sudah tersedia. Tayamum untuk hadast hanya bersifat sementara dan darurat hingga air sudah ada.

Pensyari’atan tayamum ini berdasarkan firman Allah sebagai berikut:
يَا أَيُّهَا الَّذِينَ آمَنُوا لَا تَقْرَبُوا الصَّلَاةَ وَأَنْتُمْ سُكَارَىٰ حَتَّىٰ تَعْلَمُوا مَا تَقُولُونَ وَلَا جُنُبًا إِلَّا عَابِرِي سَبِيلٍ حَتَّىٰ تَغْتَسِلُوا ۚ وَإِنْ كُنْتُمْ مَرْضَىٰ أَوْ عَلَىٰ سَفَرٍ أَوْ جَاءَ أَحَدٌ مِنْكُمْ مِنَ الْغَائِطِ أَوْ لَامَسْتُمُ النِّسَاءَ فَلَمْ تَجِدُوا مَاءً فَتَيَمَّمُوا صَعِيدًا طَيِّبًا فَامْسَحُوا بِوُجُوهِكُمْ وَأَيْدِيكُمْ ۗ إِنَّ اللَّهَ كَانَ عَفُوًّا غَفُورًا
Hai orang-orang yang beriman, janganlah kamu shalat, sedang kamu dalam keadaan mabuk, sehingga kamu mengerti apa yang kamu ucapkan, (jangan pula hampiri mesjid) sedang kamu dalam keadaan junub, terkecuali sekedar berlalu saja, hingga kamu mandi. Dan jika kamu sakit atau sedang dalam musafir atau datang dari tempat buang air atau kamu telah menyentuh perempuan, kemudian kamu tidak mendapat air, maka bertayamumlah kamu dengan tanah yang baik (suci); sapulah mukamu dan tanganmu. Sesungguhnya Allah Maha Pemaaf lagi Maha Pengampun. (Surat An-Nisa' Ayat 43)

Syarat Syah Tayamum
Telah masuk waktu salat Memakai tanah berdebu yang bersih dari najis dan kotoran Memenuhi alasan atau sebab melakukan tayamum Sudah berupaya / berusaha mencari air namun tidak ketemu Tidak haid maupun nifas bagi wanita / perempuan Menghilangkan najis yang yang melekat pada tubuh

Sunnah sunnah tayamum
- Membaca basmalah
- Menghadap ke arah kiblat
- Membaca doa ketika selesai tayamum (seperti doa sesudah mudhu)
- Medulukan kanan dari pada kiri Meniup debu yang ada di telapak tangan
- Menggosok sela jari setelah menyapu tangan hingga siku

Cara Melaksanakan Tayamum
Membaca basmalah Renggangkan jari-jemari, tempelkan ke debu, tekan-tekan hingga debu melekat. Angkat kedua tangan lalu tiup telapat tangan untuk menipiskan debu yang menempel, tetapi tiup ke arah berlainan dari sumber debu tadi. Niat tayamum :

نَوَيْتُ التَّيَمُّمَ لِاِسْتِبَاحَةِ الصَّلاَةِ فَرْضً ِللهِ تَعَالَى
Latin:Nawaytuttayammuma listibaa hatishhalaati fardhollillahi ta'aala
Artinya: Saya niat tayammum untuk diperbolehkan melakukan shalat karena Allah Ta'ala.

Mengusap telapak tangan ke muka secara merata Bersihkan debu yang tersisa di telapak tangan Ambil debu lagi dengan merenggangkan jari-jemari, tempelkan ke debu, tekan-tekan hingga debu melekat. Angkat kedua tangan lalu tiup telapat tangan untuk menipiskan debu yang menempel, tetapi tiup ke arah berlainan dari sumber debu tadi. Mengusap debu ke tangan kanan lalu ke tangan kiri.




Hal-Hal Yang Membatalkan Tayamum
Sedangkan hal-hal yang membatalkan tayamum yaitu: Setiap perkara yang membatalkan wudlu Ketika adanya air. Adanya air disini adalah ketika mendapatkan air sebelum shalat, maka batalah tayamum bagi orang yang melakukan tayamum tersebut karena ketiadaan air bukan karena sakit.


Dalil di Syariatkannya Tayamum
Tayammum disyari’atkan dalam islam berdasarkan dalil al-Qur’an, sunnah dan Ijma’ (kesepakatan) kaum muslimin. Adapun dalil dari Al Qur’an adalah firman Allah ‘Azza wa Jalla,
 كُنْتُمْ مَرْضَى أَوْ عَلَى سَفَرٍ أَوْ جَاءَ أَحَدٌ مِنْكُمْ مِنَ الْغَائِطِ أَوْ لَامَسْتُمُ النِّسَاءَفَلَمْ تَجِدُوا مَاءً فَتَيَمَّمُوا صَعِيدًا طَيِّبًا فَامْسَحُوا بِوُجُوهِكُمْ وَأَيْدِيكُمْ مِنْهُ 
Artinya ; “Danjika kamu sakit atau dalam perjalanan atau kembali dari tempat buang air atau berhubungan badan dengan perempuan, lalu kamu tidak memperoleh air, maka bertayammumlah dengan permukaan bumi yang baik (bersih); sapulah mukamu dan tanganmu dengan tanah itu”. (Qs. Al Maidah: 6).

 الصَّعِيدُ الطَيِّبُ وضُوءُ المُسلِمِ وَإِن لَم يَجِد المَاءَ عَشرَ سِنِين 
Artinya ; “Tanah yang suci adalah wudhunya muslim, meskipun tidak menjumpai air sepuluh tahun”. (Abu Daud 332, Turmudzi 124 dan dishahihkan al-Albani)

Media yang dapat digunakan untuk tayamum 
Media yang dapat digunakan untuk bertayammum adalah seluruh permukaan bumi yang bersih baik itu berupa pasir, bebatuan, tanah yang berair, lembab ataupun kering. Hal ini berdasarkan hadits Nabi shollallahu ‘alaihi wa sallam dari sahabat Hudzaifah Ibnul Yamanrodhiyallahu ‘anhu di atas dan secara khusus,
 جُعِلَتِ الأَرْضُ كُلُّهَا لِى وَلأُمَّتِى مَسْجِداً وَطَهُوراً 
Artinya ; “Dijadikan permukaan bumi seluruhnya bagiku dan ummatku sebagai tempat untuk sujud dan sesuatu yang digunakan untuk bersuci”. (Muttafaq ‘alaihi)


Hikmah Tayamamum
Diantara hikmah tayyamum adalah untuk menyucikan diri kita dan agar kita bersyukur dengan syari’at ini. Sehingga semakin nampak kepada kita bahwa Allah sama sekali tidak ingin memberatkan hamba-Nya. Setelah menyebutkan syariat bersuci, Allah mengakhiri ayat tersebut dengan firman-Nya:
 مَا يُرِيدُ اللَّهُ لِيَجْعَلَ عَلَيْكُمْ مِنْ حَرَجٍ وَلَكِنْ يُرِيدُ لِيُطَهِّرَكُمْ وَلِيُتِمَّ نِعْمَتَهُ عَلَيْكُمْ لَعَلَّكُمْ تَشْكُرُونَ 
Artinya ; “Allah tidak hendak menyulitkan kamu, tetapi Dia hendak menyucikan kamu dan menyempurnakan nikmat-Nya bagimu, supaya kamu bersyukur.(Qs. Al Maidah: 6).


Tayamum Bertentangan dengan Akal?
Ada banyak orang beranggapan bahwa tayamum itu bertentangan dengan akal karena
menggunakan media tanah/debu untuk bersuci, sedangkan tanah/debu itu sendiri
kotor bagaimana mungkin digunakan untuk bersuci. dan mengapa tayamum hanya
disyariatkan pada kedua anggota badan yaiut muka dan kedua tangan saja.

Karena sesungguhnya Allah SWT telah menjadikan air sebagai su,ber utama kehidupan, sementara manusia diciptakan dati tanah. Tubuh kita tersiri dari dua unsur tersebut, yakni air dan tanah. Dan telah pula dijadikan dari dua unsur itu makanan bagi kita. Lalu keduanya dijadikan alat bagi kita untuk bersuci dan beribadah. Tanah adalah materi asal kejadian manusia dan air adalah sumber kehidupan bagi segal sesuatu.

Lalu Allah SWT menyusun alam ini dan kedua unsur itu sebagai sumber utamanya. Pada dasarnya, bahan yang dipakai untuk membersihkan sesuatu dari kotoran dari situasi dan kondisi yang biasa adalah air. Tidak diperkenankan untuk tidak mempergunakan air sebagai bahan pembersih, kecuali pada saat itu air tidak ada, atau karena adanya halangan seperti sakit serta sebab-sebab yang lain (yang dapat dibenarkan oleh syara’). Pada saat kondisi tidak memungkinkan untuk mempergunakan air seperti itu, maka mempergunakan tanah sebagai pengganti air adalah jauh lebih utama dibandingkan dengan yang lain.

Hal ini karena tanah adalah saudara kandung air. Meskipun pada lahirnya tanah (debu) nampak kotor, namun ia dapat mensucikan kotoran secara batin. Hal ini diperkuat oleh kemampuan tanah untuk menghilangkan kotoran-kotoran secara lahir ataupun mengurangi kadar kotornya. Ini adalah persoalan yang tidak asing bagi mereka yang ilmu yang mendalam, sehingga mampu mengungkap hakikat-hakikat dari sesuatu amalan serta memahami kaitan antara lahir dan batin bersama interaksi yang terjadi diantara keduanya. Adapun segi atau pandangan yang kedua, yaiut pensyari’atan tayamum yang hanya pada dua anggota badan (wudlu) tidak sesuai dengan akal, sementara telah diketahui, bahwa tayamum disyari’atkan pada seluruh anggota badan (wudlu) seperti halnya dengan air. Akan tetapi, pada hakikatnya pensyari’atan tayamum hanya pada dua anggota badan (wudlu) berada pada puncak kesucian dan keselarasan dengan akal yang sehat, serta mengandung rasia dan hikmah yang cukup mendalam. Karena pada umumnya, melumuri kepala denagna debu (tanah) adalah perbuatan yang tidak sesuai dengan jiwa yang normal. Oleh sebab itu, perbuatan tersebut umumnya hanya dilakukan orang saat ia ditimpa musibah dan kesulitan. Adapun kedua kaki umumnya adalah anggota badan yang senantiasa bersentuhan dengan tanah. Dari sisi lain, menyapukan tanah (debu) kemuka atau wajah merupakan gambaran ketundukan dan pengagungan kepada Allah SWT, dan kerendan hati sangat disukai oleh Allah SWT dan mengandung manfaat yang besar bagi hamba. Oleh sebab itu, diperintahkan bagi setiap hamba untuk sujud dan langsung menempelkan wajahnya langsung ke tanah, dan tidak melakukan sesuatu yang menghalangi wajahnya bersebtuhan dengan tanah.

Apabila kita telusuri persoalan ini lebih jauh, maka akan nampak bagi kita hikmah lain yang unik, dimana tayamum disyari’atkan hanya pada dua anggota badan (wudlu) yang wajib dibasuh saat seseorang berwudlu, dan tidak disyari’atkan pada dua anggota badan (wudlu) lain yang boleh untuk dibasuh. Bukankah kaki boleh dibasuh di atas sepatu dan kepala boleh disuh di atas sorban? Maka setelah kepala dan kaki mendapat keringanan dari mencuci menjadi membasuh saat berwudlu, sudah sepatutnya apabila kedua anggota ini juga diberi keringanan atas dasar pengampunan untuk tidak disapu dengan tanah saat melakukan tayamum. Sebab, apabila kepala dan kaki disyari’atkan untuk disapu pula dengan tanah (debu) pada saat bertayamum, niscaya tidak ada keringanan yang terjadi (akan tetapi justru memberatkan). Yang ada hanyalah perpindahan bentu dari menyapu dengan menyapu dengan tanah (debu). Dan ini menyalahi hikmah pensyari’atan tayamum yang bertujuan memberikan keringanan. Dari sini nampak jelas, bahwa hokum yang ditetapkan oleh syari’at Islam itu demikian sempurna dan adil. Dan inilah timbangan yang benar untuk memahami persoalan ini.






Tata Cara Mandi Besar


















Masalah tata cara mandi besar baik itu mandi junub, mandi haid dan mandi nifas, merupakan masalah yang sangat penting bagi umat muslim. bagaimana tidak jika kita
salah dalam mandi besar maka terus menerus sholat kita tidak akan diterima.
Karena ini pada kesempatan ini kami mencoba menjelaskan secara gamblang berikut
dalilnya supaya dimengerti dan diamalkan oleh khalayak muslim. 

Arti Janabat/Junub
Janabat diartikan sebagai air mani yang memancar atau bersetubuh. Jadi arti
janabat/junub adalah orang yang tidak suci dikarenakan mengeluarkan air mani atau
bersetubuh.

Sebab Keharusan Mandi Janabat
Ada dua sebab harus mandi janabat yaitu:

Pertama, karena keluarnya air mani dari laki-laki maupun perempuan dengan sebab apapun, baik karena bermimpi, mansturbasi, bersenda gurau, memandang ataupun memikirkan. Dari Ummu Salamah RA, dia berkata: Pernah Ummu Sulaim datang kepada Rasulullah SAW, lalu berkata: “Ya Rasulullah, sesungguhnya Allah tidak malu menerangkan yang hak. Apakah wanita wajib mandi ketika bermimpi?” Maka jawab Rasulullah SAW: “Ya, apabila ia melihat air mani,” (H.R. al-Bukhari: 278, dan Muslim: 313). Ihtalamat: mimpi bersetubuh.
Sedang menurut riwayat Abu Daud (236) dan lainnya, dari ‘Aisyah RA, dia berkata: Rasulullah SAW pernah ditanya tentang orang laki-laki yang merasakan basah tapi tidak ingat mimpi, maka jawab beliau: “Dia harus mandi,” dan tentang orang laki-laki yang merasa bahwa dirinya telah bermimpi, tetapi tidak menemukan sesuatu yang basah, maka jawab beliau: “Dia tidak wajib mandi.” Maka berkatalah Ummu Sulaim: “Wanita juga bermimpi seperti itu. Apakah ia juga wajib mandi?” Jawab Rasul: “Ya, wanita adalah belahan orang lelaki.” Maksudnya, wanita itu sama seperti laki-laki tentang kejadian maupun tabi’atnya, jadi seolah-olah mereka itu adalah belahan kaum lelaki.

Kedua, bersetubuh, sekalipun tidak sampai mengeluarkan air mani. Diriwayatkan oleh al-Bukhari (287), dan Muslim (348), dari Abu Hurairah RA, dari Nabi SAW, beliau bersabda: “Apabila laki-laki telah duduk di antara bagian-bagian tubuh wanita yang empat, kemudian meletihkannya, maka berarti ia telah wajib mandi.”
Sedang dalam suatu riwayat lain menurut Muslim: “Sekalipun dia tidak mengeluarkan mani.” Syu’abiha jamak dari syu’bah artinya: penggalan dari sesuatu. Sedang di sini yang dimaksud dua paha dan dua betis wanita. Jahadaha: laki-laki dengan gerakannya meletihkan wanita. Dan dalam suatu riwayat lain menurut Muslim juga (349), dari ‘Aisyah RA: .........dan khitan telah menyentuh khitan, maka berarti telah wajib mandi. Maksudnya, wajib mandi atas yang laki-laki maupun yang perempuan, karena kedua-duanya bersekutu, yakni sama-sama melakukan hal menyebabkan mandi.
Al-khitan: bagian yang dipotong ketika dilakukan penyunatan. Pada anak kecil, yang dimaksud ialah kulit yang menutupi kepala zakar. Adapun persentuhan antara dua khitan, yang dimaksud pergesekan di antara keduanya, yaitu bahasa kinayah dari bersetubuh.


Hal-hal yang Diharamkan Akibat Janabat
Ada beberapa hal yang haram dilakukan akibat janabat, yaitu:
Shalat,
Baik shalat fardhu maupun shalat sunnah, karena Allah Ta’ala berfirman:
يَا أَيُّهَا الَّذِينَ آمَنُوا لَا تَقْرَبُوا الصَّلَاةَ وَأَنْتُمْ سُكَارَىٰ حَتَّىٰ تَعْلَمُوا مَا تَقُولُونَ وَلَا جُنُبًا إِلَّا عَابِرِي سَبِيلٍ حَتَّىٰ تَغْتَسِلُوا ۚ وَإِنْ كُنْتُمْ مَرْضَىٰ أَوْ عَلَىٰ سَفَرٍ أَوْ جَاءَ أَحَدٌ مِنْكُمْ مِنَ الْغَائِطِ أَوْ لَامَسْتُمُ النِّسَاءَ فَلَمْ تَجِدُوا مَاءً فَتَيَمَّمُوا صَعِيدًا طَيِّبًا فَامْسَحُوا بِوُجُوهِكُمْ وَأَيْدِيكُمْ ۗ إِنَّ اللَّهَ كَانَ عَفُوًّا غَفُورًا
Hai orang-orang yang beriman, janganlah kamu shalat, sedang kamu dalam keadaan mabuk, sehingga kamu mengerti apa yang kamu ucapkan, (jangan pula hampiri mesjid) sedang kamu dalam keadaan junub, terkecuali sekedar berlalu saja, hingga kamu mandi. Dan jika kamu sakit atau sedang dalam musafir atau datang dari tempat buang air atau kamu telah menyentuh perempuan, kemudian kamu tidak mendapat air, maka bertayamumlah kamu dengan tanah yang baik (suci); sapulah mukamu dan tanganmu. Sesungguhnya Allah Maha Pemaaf lagi Maha Pengampun. (Q.S. an-Nisa’: 43).

Yang dimaksud di sini tempat shalat. Karena berlalu terhadap shalat tentu tak mungkin dilakukan. Dan oleh karenanya, maka lebih-lebih lagi firman ini merupakan larangan terhadap shalat itu sendiri bagi orang yang sedang dalam keadaan junub. Menurut riwayat Muslim (224) dan lainnya, dari Ibnu Umar RA, dia berkata: Sesungguhnya aku pernah mendengar Rasulullah SAW bersabda: “Takkan diterima shalat tanpa bersuci.” Dan bersuci di sini adalah mencakup bersuci dari hadats dan janabat, di samping hadits ini juga menunjukkan haramnya shalat atas orang yang berhadats dan junub.

Tinggal dan duduk dalam masjid.
Adapun sekedar lewat dalam masjid tanpa diam dan bolak-balik di sana, itu tidaklah haram. Allah Ta’ala berfirman: Dan (jangan pula menghampirinya) sedang kamu dalam keadaan junub, terkecuali sekedar berlalu saja. Maksudnya, janganlah kamu mengahampiri shalat maupun tempatnya -yaitu masjid- apabila kamu dalam keadaan junub, terkecuali sekedar berlalu saja. Rasulullah SAW bersabda: Aku tidak menghalalkan masjid bagi orang yang haid dan junub. (H.R. Abu Daud: 232).
Larangan ini dimaksudkan terhadap diam dalam masjid, sebagaimana anda tahu dari ayat tersebut di atas, dan juga karena alasan yang akan dijelaskan dalam bab Haid. Thawaf sekeliling Ka’bah, baik thawaf fardhu maupun thawaf sunnah. Karena thawaf itu kedudukannya sama dengan shalat, dan oleh karenanya dipersyaratkan untuknya bersuci, seperti halnya shalat.
Sabda Rasulullah SAW: Thawaf di sekeliling Ka’bah adalah shalat juga. Hanya saja dalam thawaf Allah memperbolehkan kamu berbicara. Maka, barangsiapa berbicara, hendaklah jangan berbicara selain yang baik-baik saja. (H.R. al-Hakim: 1:458, dan dia katakan, shahih isnadnya) Membaca al-Qur’an. Sabda Rasulullah SAW: Janganlah orang yang Haid maupun junub membaca sesuatu dari al-Qur’an. (H.R. at-Tirmidzi: 131 dan lainnya).
Catatan: Bagi orang yang junub diperbolehkan membaca al-Qur’an dalam hati tanpa melafazhkannya. Begitu pula boleh memandang mushhaf, dan membaca dzikir-dzikir yang berasal dari al-Qur’an, asal dengan maksud berdzikir, bukan membaca al-Qur’an. Contohnya mengucapkan do’a surat al-Baqarah ayat 201: Yang artinya: "Ya Tuhan Kami, berilah Kami kebaikan di dunia dan kebaikan di akhirat dan peliharalah Kami dari siksa neraka". (Q.S. a;-Baqarah: 201). Yakni, bila dengan maksud berdo’a. Contoh lain, ketika naik kendaraan maka mengucapkan dengan maksud berdxikir, bukan membaca al-Qur’an: "Maha suci Tuhan yang telah menundukkan semua ini bagi Kami Padahal Kami sebelumnya tidak mampu menguasainya. (Q.S. az-Zukhruf: 13).

Menyentuh dan membawa mushhaf, atau menyentuh kertasnya atau kulitnya: atau membawa mushhaf dalam kantong ataupun peti. Allah Ta’ala berfirman: Tidak menyentuhnya (al-Qur’an) kecuali orang-orang yang disucikan. (Q.S. al-Waqi’ah: 79). Dan sabda nabi SAW: Tidak menyentuh al-Qur’an selain orang yang suci. (H.R. ad-Daruquthni: 1/121, dan Malik dalam Muwaththa’nya secara mursal: 1/199). Catatan: bagi orang yang junub diperbolehkan membawa mushhaf, bila berbareng dengan barang-barang lain ataupun maupun buntalan kain, tanpa bermaksud membawa mushhaf itu saja, tetapi membawanya berikut berikut membawa barang-barang lain atau buntalan kain. Begitu pula, boleh membawa Kitab tafsir al-Qur’an, manakala tafsirnya lebih banyak dari Qur’annya. Karena menurut ‘uruf, orang seperti itu tak bisa disebut membawa al-Qur’an.

Tata Cara Mandi Janabat
Adapun tata-tata cara mandi, maka ada dua macam :
Tata cara yang mencukupi dan diterima (sah) ialah mencuci kepala dan seluruh badannya. Adapun tata cara yang sempurna adalah sesuai yang tercantum dalam hadits 'Aisyah di Bukhari dan Muslim ia berkata : "Adalah Rasulullah -shallallahu 'alaihi wa sallam- jika ia melakukan mandi junub, beliau memulai dengan mencuci kedua tangannya, kemudian menuangkan air dengan tangan kanannya ke tangan kiri, lalu mencuci kemaluannya, kemudian berwudhuk, kemudian mengambil air, lalu beliau memasukkan jari jemarinya ke pangkal rambut, kemudian beliau menuangkan air atas kepalanya tiga tuangan, kemudian beliau menyiramkan air ke sekujur tubuhnya kemudian mencuci kedua kakinya." Hadits ini adalah lafaz yang dikeluarkan oleh Muslim. Hadits yang senada dengan ini ada di Bukhari dan Muslim dari hadits Maimunah -semoga Allah meridhainya- . Artinya: tata cara mandi yang sempurna itu didahului oleh wadhuk, cuma saja mencuci kedua kakinya diakhirkan saat selesai memandikan sekujur tubuh.
Adapun tata cara mandi yang sah dan diterima (minimal) tidak didahului wadhuk. Kedua cara itu sah. Tidaklah wajib bagi wanita untuk menguraikan kepang rambutnya saat mandi, berdasarkan hadits Ummu Salamah di shahih Muslim ia berkata : saya bertanya, wahai Rasulullah sesungguhnya saya adalah wanita yang kepang rambut saya tebal, apakah saya menguraikannya untuk mandi junub dan haid, beliau menjawab : "Tidak. Cukuplah bagimu untuk menuangkan air ke atas kepalamu tiga kali tuangan".

Rukun dan Sunnah Mandi Janabah 
Lalu para ulama memilah mana yang merupakan pokok dalam mandi janabah, sehingga tidak boleh ditinggalkan, mana yang merupakan sunnah sehingga bila ditinggalkan tidak merusak sah-nya mandi janabah itu.
 A. Rukun
     Untuk melakukan mandi janabah, maka ada 3 hal yang harus dikerjakan karena
      merupakan rukun/pokok:
     Niat. Sabda Nabi SAW: Semua perbuatan itu tergantung dari niatnya. Menghilangkan
     Najis Kalau Ada di Badan Menghilangkan najis dari badan sesunguhnya merupakan
     syarat sahnya mandi janabah. Dengan demikian, bila seorang akan mandi janabah,
     disyaratkan sebelumnya untuk memastikan tidak ada lagi najis yang masih menempel
     di badannya. Caranya bisa dengan mencucinya atau dengan mandi biasa dengan sabun
     atau pembersih lainnya. Adapun bila najisnya tergolong najis berat, maka wajib
      mensucikannya dulu dengan air tujuh kali dan salah satunya dengan tanah.
     Meratakan Air Hingga ke Seluruh Badan Seluruh badan harus rata mendapatkan air,
     baik kulit maupun rambut dan bulu. Baik akarnya atau pun yang terjuntai. Semua 
     penghalang wajib dilepas dan dihapus, seperti cat, lem, pewarna kuku atau pewarna
     rambut bila bersifat menghalangi masuknya air. Sedangkan pacar kuku dan tato,
     tidak bersifat menghalangi sampainya air ke kulit, sehingga tetap sah mandinya,
     lepas dari masalah haramnya membuat tato.

B. Sunnah-sunnah yang Dianjurkan dalam Mandi Janabah:
Membaca basmalah.
Membasuh kedua tangan sebelum memasukkan ke dalam air Berwudhu` sebelum mandi Aisyah RA berkata,`Ketika mandi janabah, Nabi SAW berwudku seperti wudhu` orang shalat. . Menggosokkan tangan ke seluruh anggota tubuh. Hal ini untuk membersihkan seluruh anggota badan. Mendahulukan anggota kanan dari anggota kiri seperti dalam berwudhu’ Wallahu a’lam bishshawab,

Rasulullah telah menyebutkan tata cara mandi haid dalam hadits yang diriwayatkan oleh Muslim dari ‘Aisyah Radhiyallahu ‘Anha bahwa Asma’ binti Syakal Radhiyallahu ‘Anha bertanya kepada Rasulullah Shallallahu ‘Alaihi wa Sallam tentang mandi haidh, maka beliau bersabda:
 تَأْخُذُإِحْدَا كُنَّ مَائَهَا وَسِدْرَهَا فَتََطَهَّرُ فَتُحْسِنُ الطُّهُورَ أوْ تَبْلِغُ فِي الطُّهُورِ ثُمَّ تَصُبُّ عَلَى رَأْسِهَا فَتَدْلُكُُهُ دَلْكًا شَدِ يْدًا حَتََّى تَبْلِغَ شُؤُونَ رَأْسِهَا ثُمَّ تَصُبُّ عَلَيْهَا المَاءَ ثُمَّ تَأْخُذُ فِرْصَةً مُمَسَّكَةً فَتَطْهُرُ بِهَا قَالَتْ أسْمَاءُ كَيْفَ أتََطَهَّرُبِهَا قَالَ سُبْحَانَ الله ِتَطَهُّرِي بِهَا قَالَتْْ عَائِشَةُ كَأنَّهَا تُخْفِي ذَلِكَ تَتَبَّعِي بِهَا أثَرَالدَّمِ 
“Salah seorang di antara kalian (wanita) mengambil air dan sidrahnya (daun pohon bidara, atau boleh juga digunakan pengganti sidr seperti: sabun dan semacamnya-pent) kemudian dia bersuci dan membaguskan bersucinya, kemudian dia menuangkan air di atas kepalanya lalu menggosok-gosokkannya dengan kuat sehingga air sampai pada kulit kepalanya, kemudian dia menyiramkan air ke seluruh badannya, lalu mengambil sepotong kain atau kapas yang diberi minyak wangi kasturi, kemudian dia bersuci dengannya. Maka Asma’ berkata: “Bagaimana aku bersuci dengannya?” Beliau bersabda: “Maha Suci Allah” maka ‘Aisyah berkata kepada Asma’: “Engkau mengikuti (mengusap) bekas darah (dengan kain/kapas itu).” Dari ‘Aisyah Radhiyallahu ‘Anha bahwa seorang wanita bertanya kepada Nabi Shallallahu ‘alaihi wa Sallam tentang mandi dari haid. Maka beliau memerintahkannya tata cara bersuci, beliau bersabda:
 تَأْخُذُ فِرْصَةً مِنْ مِسْكٍ فَتَطَهُّرُ بِهَا قَالَتْ كَيْفَ أَتَطَهُّرُ بِهَاقَالَ تَطَهَّرِي بِهَاسُبْحَانَ اللهِ.قَالَتْ عَائِشَةُ وَاجْتَذَبْتُهَا إِلَيَّ فَقُلْتُ تَتَبْعِي بِهَاأَثَرَا لدَّمِ 
 “Hendaklah dia mengambil sepotong kapas atau kain yang diberi minyak wangi kemudian bersucilah dengannya. Wanita itu berkata: “Bagaimana caranya aku bersuci dengannya?” Beliau bersabda: “Maha Suci Allah bersucilah!” Maka ‘Aisyah menarik wanita itu kemudian berkata: “Ikutilah (usaplah) olehmu bekas darah itu dengannya(potongan kain/kapas).” (HR. Muslim: 332) An-Nawawi rahimahullah berkata (1/628): “Jumhur ulama berkata (bekas darah) adalah farji (kemaluan).” Beliau berkata (1/627): “Diantara sunah bagi wanita yang mandi dari haid adalah mengambil minyak wangi kemudian menuangkan pada kapas, kain atau semacamnya, lalu memasukkannya ke dalam farjinya setelah selesai mandi, hal ini disukai juga bagi wanita-wanita yang nifas karena nifas adalah haid.” (Dinukil dari Jami’ Ahkaam an-Nisaa’: 117 juz: 1).

a. Do’a Niat Mandi Janabat
نَوَيْتُ الْغُسْلَ لِرَفْعِ الْحَدَثِ اْلاَكْبَرِ فَرْضًا ِللهِ تَعَالَى
"Nawaitul Ghusla Lifraf il Hadatsil Akbarii FardhalLillahi Ta’aala”
Artinya: saya niat mandi wajib untuk mensucikan hadast besar fardhu karena Allah ta’aala.

b Doa Niat Mandi Wajib Setelah Haid
 نَوَيْتُ الْغُسْلَ لِرَفْعِ حَدَثِ الْحَيْضِ ِللهِ تَعَالَى 
“Nawaitul Ghusla Lifraf il Hadatsil Akbari minal Haidil Lillahi Ta’ala”
Artinya: saya niat mandi wajib untuk mensucikann hadast besar dari haid karena Allah Ta’ala.

c. Doa Niat Mandi Setelah Nifas
نَوَيْتُ الْغُسْلَ لِرَفْعِ حَدَثِ النِّفَاسِ ِللهِ تَعَالَى
NAWAITUL GHUSLA LIROF'I KHADATSIN NIFAASI LILLAAHI TA'AALA
Artinya: Saya niat mandi untuk menghilangkan hadats nifas karena Allah Ta'ala


Mengganti Mandi Junub dengan Tayamum
Mandi junub seharusnya menggunakan air. Kalau tidak ada air boleh menggantinya dengan tayamum. Dibolehkan juga tayamum bagi orang junub tetapi dia khawatir sakit bila menggunakan air tersebut, karena cuaca dingin dan airnya juga dingin. Kebolehan tayamum sebagai ganti mandi ini didasarkan pada firman Allah:
 وَإِنْ كُنْتُمْ مَرْضَى أَوْ عَلَى سَفَرٍ أَوْ جَاءَ أَحَدٌ مِنْكُمْ مِنَ الْغَائِطِ أَوْ لامَسْتُمُ النِّسَاءَ فَلَمْ تَجِدُوا مَاءً فَتَيَمَّمُوا صَعِيدًا طَيِّبًا 
“Jika kamu sakit atau dalam perjalanan atau kembali dari tempat buang air (toilet) atau menyentuh perempuan, lalu kamu tidak memperoleh air, Maka bertayammumlah dengan tanah yang baik (bersih);” (QS. Al-Maidah: 6) Kemudian dalam hadis dikisahkan bahwa Amr bin al-Ash pernah junub pada suatu malam dan merasa kedinginan. Dia khawatir sakit kalau mandi junub karena cuacanya sangat dingin. Akhirnya dia tayamum dan menjadi imam shubuh. Sahabat yang mengetahui peristiwa itu akhirnya melapor kepada Rasulullah dan Rasul bertanya kepada Amr, “Wahai Amr, engkau mengimami shalat para shahabatmu dalam keadaan junub?” Amr menjelaskan alasan tayamum kepada Rasulullah sembari mengutip firman Allah SWT:
 وَلا تَقْتُلُوا أَنْفُسَكُمْ إِنَّ اللَّهَ كَانَ بِكُمْ رَحِيماً 
“Dan janganlah kamu membunuh dirimu; Sesungguhnya Allah adalah Maha Penyayang kepadamu.” (QS. An-Nisa: 29)
Mendengar jawaban itu, Rasulullah tertawa dan tidak mengatakan sesuatupun
(HR: Abu Daud).


Jika Artikel Ini Bermanfaat
Silahkan Share ke Teman-Teman Kalian




Selasa, 11 September 2018

Gangguan Setan dalam Sholat dan Cara Mengatasinya

























إِنَّ الصَّلَاةَ تَنْهَىٰ عَنِ الْفَحْشَاءِ وَالْمُنْكَرِ ۗ وَلَذِكْرُ اللَّهِ أَكْبَرُ ۗ وَاللَّهُ يَعْلَمُ مَا تَصْنَعُونَ
Dan sesungguhnya mengingat Allah (shalat) adalah lebih besar (keutamaannya dari ibadah-ibadah yang lain). Dan Allah mengetahui apa yang kamu kerjakan.
[al Ankabut 45]

“Yang pertama kali ditanyakan seorang hamba pada hari kiamat adalah perhatian
 kepada shalatnya. Jika shalatnya baik, dia akan beruntung, dan jika shalatnya rusak,
dia akan gagal dan merugi.” (HR. Ath Thabrani)


Mengingat sholat merupakan kewajiban umat muslim yang keutamaannya lebih besar
daripada ibadah-ibadah yang lain, maka sedapat mungkin setan akan selalu mengganggu
orang yang sedang sholat, sehingga sholat kita tidak sempurna. Kalaupun sholat kita belum sesempurna seperti nabi, para sahabat dan para wali, tapi kita harus selalu belajar untuk menyempurnakan sholat kita.

Gangguan Setan Dalam Sholat
Setan akan selalu merusak sholat kita melalui pikiran, perasaan dan khayalan, sehingga
sholat kita menjadi tidak khusu bahkan menjadi tidak sempurna, berikut adalah bagaimana
setan menggangu dalam sholat.

1. Attajjul
    Jika sholat hanya dianggap sebagai kewajiban maka sholatnya pasti akan terburu-buru
    Sholat dengan terburu-buru, tidak akan pernah merasakan kenikmatan dalam setiap
    gerakan sholat, tidak ada ketenangan/thuma'ninah dan tidak merasakan kehadiran
    Allah saat menunaikan sholat.
Dikisahkan pada zaman Rasulullah Saw ada seseorang sholat dengan tergesa-gesa. Akhirnya Rasulullah Saw memerintahkannya untuk mengulanginya lagi karena sholat yang telah ia kerjakan dianggap belum sah. Rasulullah Saw bersabda kepadanya:
"Apabila kamu sholat, bertakbirlah (takbiratul ihram). Lalu bacalah dari Al-Qur’an yang mudah bagimu, lalu ruku'lah sampai kamu benar-benar ruku' (thuma’ninah), lalu bangkitlah dari ruku' sampai kamu tegak berdiri, kemudian sujudlah sampai kamu benar-benar sujud (thuma’ninah) dan lakukanlah hal itu dalam setiap rakaat sholatmu".
(HR Bukhari dan Muslim)

2. Kusala
    Kusala adalah tipu daya setan untuk membuat orang malas mengerjakan sholat, tentu
    banyak sekali caranya agar orang malas menunaikan ibadah sholat, seperti tanggung
    menyelesaikan pekerjaan, perasaan pengin kencing lagi setelah berwudlu dll. seperti
    tercantum dalam firman Allah:
إِنَّ الْمُنَافِقِينَ يُخَادِعُونَ اللَّهَ وَهُوَ خَادِعُهُمْ وَإِذَا قَامُوا إِلَى الصَّلَاةِ قَامُوا كُسَالَىٰ يُرَاءُونَ النَّاسَ وَلَا يَذْكُرُونَ اللَّهَ إِلَّا قَلِيلًا
Sesungguhnya orang-orang munafik itu menipu Allah, dan Allah akan membalas tipuan mereka. Dan apabila mereka berdiri untuk shalat mereka berdiri dengan malas. Mereka bermaksud riya (dengan shalat) di hadapan manusia. Dan tidaklah mereka menyebut Allah kecuali sedikit sekali. (Surat An-Nisa' Ayat 142)

3. Annuas
    Setelah Takbir, ada saja perasaan ngantuk, menguap,  gatal dll, tetapi aneh ketika
    selesai shalat, maka badan terasa segar kembali.

Rasulullah SAW bersabda: “Menguap ketika sholat itu dari syaitan. Karena itu bila kalian ingin menguap maka tahanlah seboleh mungkin”. (HR Thabrani).
Dalam riwayat lain Rasulullah SAW bersabda: “Adapun menguap itu datangnya dari syaitan, maka hendaklah seseorang mencegahnya (menahannya) selagi boleh. Apabila ia berkata ha… berarti syaitan tertawa dalam mulutnya”. (HR Bukhari dan Muslim)

Bersin berkali-kali dalam shalat Syaitan ingin menggangu kekhusyu’an sholat dengan bersin sebagaimana yang dikatakan Abdullah bin Mas’ud: “Menguap dan bersin dalam sholat itu dari syaitan” (Riwayat Thabrani).
Ibnu Hajar mengomentari kenyataan Ibnu Mas’ud: “Bersin yang tidak disenangi Allah SWT adalah yang terjadi dalam solat sedangkan bersin di luar sholat itu tetap disenangi Allah SWT. Hal itu tidak lain karena syaitan memang ingin menggangu sholat seseorang dengan berbagai cara”.

4. Marhodhulbaththahuni
    Marhodhulbaththahuni merupakan godaan setan dalam sholat, seolah ingin buang
    air besar/mules/kentut, ingus meleleh dll.

“Apabila salah seorang dari kalian bimbang atas apa yang dirasakan di perutnya apakah telah keluar sesuatu darinya atau tidak, maka janganlah sekali-kali ia keluar dari masjid sampai ia yakin telah mendengar suara atau mencium baunya.” (HR. Muslim)

5. Annisyan
    Godaan setan yang membuat orang yang sedang sholat menjadi lupa, baik bacaan,
    rokaat, pikirannya tidak konsentrasi, pikiran melayang, kalau sholat berjamaah hanya
    mengikuti gerakan orang didepannya/imam. bila sholat sendiri lupa jumlah rokaat.
     Allah Ta’ala berfirman:
اسْتَحْوَذَ عَلَيْهِمُ الشَّيْطَانُ فَأَنْسَاهُمْ ذِكْرَ اللَّهِ ۚ أُولَٰئِكَ حِزْبُ الشَّيْطَانِ ۚ أَلَا إِنَّ حِزْبَ الشَّيْطَانِ هُمُ الْخَاسِرُونَ
Syaitan telah menguasai mereka lalu menjadikan mereka lupa mengingat Allah; mereka itulah golongan syaitan. Ketahuilah, bahwa sesungguhnya golongan syaitan itulah golongan yang merugi. (Surat Al-Mujadilah Ayat 19)

Jikalau sedang sholat, kita ragu-ragu dalam jumlah rakaat yang telah kita kerjakan, sudah tiga rakaat apa masih dua. Maka ambillah yang dua rakaat (bilangan terkecil), karena itulah yang sudah pasti kebenarannya. Kemudian sempurnakanlah sesuai jumlah rakaat yang telah ditentukan syari'at.

Demikianlah lima godaan setan dalam sholat, tentu apa yang diuraikan diatas hanyalah
sebagian kecil saja dari beribu-ribu macam cara yang dimiliki setan untuk mengganggu
manusia dalam menunaikan ibadah sholat. Sebagai umat muslim kita harus selalu berusaha untuk dapat mencegah godaan setan tersebut dan semoga kita semua dapat
dibebaskan Allah SWT dari semua godaan setan.



Cara Mengatasi Gangguan Setan dalam Sholat

Berikut ini adalah tips sederhana yang insya Allah dapat membantu kita semua untuk menjauhkan segala godaan setan dalam sholat

1. Belajar lagi secara lebih dalam tentang wudlu dan sholat, kita jangan merasa sudah
    cukup ilmu tentang hal yang terkait dengan keabsahan dan kesempurnaan wudlu
    dan sholat. Dengan semakin mendalamnya tentang ilmu sholat maka dengan sendirinya
    akan semakin yakin dengan bertambahnya iman insya Allah setan akan menjauh
    dengan sendirinya.
2. Tenangkan pikiran sebelum sholat, jika badan capai istirahatlah sebentar dulu jika
    mungkin boleh mandi yang akan membuat badan segar, disaat senggang anda juga
    dapat belajar menenangkan pikiran dan konsentrasi.
3. Setiap akan menunaikan sholat selalu kita persiapkan pakaian (jangan memakai kaos
    oblong kecuali terpaksa jauh dari rumah) dan memakai parfum.
4. Lakuan sholat qobliyyah terlebih dulu sebelum menunaikan sholat wajib. Akan lebih
     baik (bagi laki-laki) sholat fardhu di masjid dan kerjakan sholat tahiyyatul masjid.
5. Membaca doa Isti'adzah/Ta'awudz
    Sesudah membaca doa iftitah bacalah doa Ta’awudz atau Isti’adzah
أَعُوْذُ بِاللهِ مِنَ الشَّيْطَانِ الرَّجِيْم
  (Aku berlindung kepada Allah dari segala godaan setan yang terkutuk)
     Dilanjutkan dengan membaca surah Alfatihah dan surat yang di hafal.


Semoga Bermanfaat





Minggu, 09 September 2018

Apa Itu Hadits Qudsi
















Arti Hadits Qudsi
Hadits Qudsi adalah Sesuatu yang dikabarkan oleh Allah SWT kepada Nabi-Nya dengan melalui ilham atau mimpi, yang kemudian Nabi menyampaikan makna dari ilham atau mimpi tersebut dengan ungkapan kata beliau sendiri.

Arti Secara Istilah
Arti hadits qudsi secara istilah, dijelaskan oleh Syaikh Muhammad bin Shalih Al Utsaimin:
 ما رواه النبي صلّى الله عليه وسلّم عن ربه – تعالى -، ويسمى أيضاً (الحديث الرباني والحديث الإلهي 
“Hadits yang diriwayatkan oleh Nabi shallallahu’alaihi wasallam dari Allah Ta’ala,
   dan disebut juga hadits rabbani dan hadits ilahi.”

Jadi pada intinya hadits qudsi adalah hadits yang maknanya dari Allah Suhanallahu wa ta'ala dan lafazhnya dari Nabi Shalallahu Alaihi wa Salam. Beda halnya dengan al-Qur'an dimana lafazh dan maknanya dari Allah Suhanallahu wa ta'ala.

Nama Lain Hadits Qudsi
Sering orang menyebut hadits qudsi dengan nama yang berbeda seperti Hadis Ilahi atau Hadis Rabbani.

Jumlah Hadits Qudsi
Menurut Wikipedia jumlah hadits qudsi sekitar 4444, tetapi hanya 200 hadits yang
diketahui secara umum. Karena Hadits qudsi sebenarnya adalah untuk Muhammad sebagai pribadi nabi, bukan sebagai rosul, maka nabi pun "pilih-pilih" dalam memberikannya kepada sahabat-sahabatnya. Hanya sahabat-sahabat terpilih yang mempunyai kecerdasan tinggi saja yang menerimanya. Karena memang Hadits qudsi bukan untuk konsumsi umum. Sampai sekarang pun masih banyak kalangan umat Islam yang tak mampu menerima "kebenaran" hadits qudsi. Tinggi kandungan "isi"-nya adalah penyebabnya. Hanya sahabat-sahabat khusus saja yang menerima hadits qudsi dari Nabi Muhammad, semisal Sayyidina Ali bin Abu Tholib dan sahabat Abu Hurairah.

Hadits Qudsi tersebut disebarkan luaskan oleh 9 Imam Besar. diantaranya :
1. Imam Bukhari
2. Imam Abu Dawud
3. Imam Ahmad
4. Imam Ad-Darimi
5. Imam Ibnu Majah
6. Imam Malik
7. Imam Muslim
8. Imam Nasa'i
9. Imam At Tirmidzi


Penjelasan hadits-hadits ini diambil dari syarah al-'Allamah al-Qasthalani dalam kitab shahih al-Bukhari dan al-imam an-Nawawi Rahimahullahu ta'ala dalam kitab Shahih Muslim dimana para hadits semasanya telah mengakui akan kredibilitasnya dan keilmuanya juga generasi sesudahnya, karena ucapannya menjadi hujjah yang kuat dan dapat membungkam para lawannya. Dalam kitab Ensiklopedi Hadits Qudsi dan Penjelasannya ini memuat berbagai macam permasalahan dalam syariat ini, baik itu aqidah, Muamalat, ibadah, jihad, zakat, puasa dan kajian-kajian menarik lainnya yang dinukil dari kitab-kitab rujukan yaitu Kitab al-Muwaththa' Imam Malik, Shahih Imam Bukhari, Shahih Imam Muslim, Jami' Imam at-Tirmidzi, Sunan Abu Daud, Sunan an-Nasa'I dan Sunan Ibnu Majah.







Persamaan Hadits Qudsi dengan Alqur'an
Keduanya merupakan firman Allah SWT, Kalau Alqur'an tidak mengalami perubahan sedangkan hadits qudsi mengalami perubahan oleh nabi ke umatnya.


Perbedaan Al Qur’an dengan Hadits Qudsi

1.  AlQur'an merupakan Kitab Suci orang muslim, isi dan redaksinya dari Allah
     tetap (tidak berubah) sampai akhir zaman sehingga dinamakan firman Allah, sedang
     kan Hadits Qudsi juga merupakan kabar (kandungan isi) dari Allah tetapi lafal
     (redaksi)nya dari Nabi SAW.

2. Al Qur'an pasti shahih, tidak ada orang Islam yang meragukan kebenarannya,
    Sedangkan Hadits Qudsi ada yang dhaif (diragukan kebenarannya).

3. Ada yang dinamakan surah dan ayat dalam Alqur'an, sedangkan dalam hadits qudsi
    tidak mengenal (ada) istilah surat dan ayat.

4. Surat dan ayat Alqur'an dapat digunakan sebagai bacaan sholat, sedangkan hadits
    qudsi tidak dapat digunakan sebagai bacaan dalam sholat.

5. Membaca dan mempelajari Alqur'an merupakan ibadah, sedangkan hadits qudsi tidak
    merupakan ibadah

6. Alqur'an turun kepada Nabi melalui malaikat Jibril sebagai wahyu, sedang hadits qudsi
    tidak harus melalui malaikat Jibril, ada yang melalui ilham dan mimpi.

7. AlQur'an merupakan mujizat, karena itu tidak ada seorangpun yang mampu membuat
    Alqur'an, sedangkan hadits qudsi bukan merupakan mujizat sehingga mudah
    dipalsukan.

8. AlQur'an bersifat sacred (suci), sehingga orang muslim yang mengingkari satu huruf
    saja sudah termasuk golongan kaum kafir, sedangkan hadits qudsi tidak sacred sehingga
    orang muslim boleh saja menolak/tidak menerima hadits qudsi jika perawinya
    meragukan (lemah/palsu)

9. Alqur'an tidak boleh disampaikan/ditulis artinya saja tanpa teks aslinya sedangkan
    hadits qudsi boleh disampaikan/ditulis artinya/mafhunya saja.


Berikut Beberapa Hadits Qudsi

Dari Abu Hurairah RA, dari Nabi SAW, beliau bersabda, “Sesungguhnya Allah Ta’ala berfirman, ‘Hai anak Adam, curahkan hidupmu untuk beribadah kepada-Ku, niscaya Aku akan memenuhi dadamu dengan kekayaan dan Aku hilangkan kekafiran darimu. Akan tetapi, jika kamu tidak melakukan seperti itu, niscaya Aku akan memenuhi kedua tanganmu dengan kemiskinan dan Aku tidak akan menghilangkan kekafiran darimu’” (H.R. Tirmidzi)

Dari Abu Hurairah RA bahwasannya Rasulullah SAW bersabda, “Rabb kita Tabaraka wa Ta’ala turun ke langit dunia setiap malam ketika tersisa sepertida malam yang terakhir. Kemudian Dia berfirman, ‘Siapa yang mau berdoa kepada-Ku, lalu Aku mengabulkannya? Siapa yang mau memohon kepada-Ku, lalu Aku memberinya? Siapa yang mau memohon ampunan kepada-Ku, lalu Aku member ampuna kepadanya.” (H.R. Bukhari)

Dari Abu Qatadah bin Rib’I RA, bahwasannya Rasulullah SAW bersabda, “Allah ‘Azza wa Jalla berfirman, ‘Aku mewajibkan kepada umatmu lima (kali) shalat dan Aku berjanji kepada diri-Ku bahwasannya barang siapa menjaganya tepat pada waktunya, maka Aku akan memasukkan dia ke surge, dan barang siapa tidak menjaganya maka tidak ada perjanjian baginya di sisi-Ku.” (H.R. Ibnu Majah)

Dari Abu Ad-Darda’ atau Abu Dzar RA, dari Rasulullah SAW, dari Allah ‘Azza wa Jalla, Dia berfirman, “Hai anak Adam, ruku’lah kepada-ku pada awal siang sebanyak empat rakaat, niscaya Aku cukupi dirimu pada akhirnya.” (H.R. Tirmidzi)


 حَدَّثَنَا عَبْدُ اللَّهِ بْنُ يُوسُفَ قَالَ حَدَّثَنَا مَالِكٌ عَنْ أَبِي الزِّنَادِ عَنْ الْأَعْرَجِ عَنْ أَبِي هُرَيْرَةَ أَنَّ رَسُولَ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ قَالَ يَتَعَاقَبُونَ فِيكُمْ مَلَائِكَةٌ بِاللَّيْلِ وَمَلَائِكَةٌ بِالنَّهَارِ وَيَجْتَمِعُونَ فِي صَلَاةِ الْفَجْرِ وَصَلَاةِ الْعَصْرِ ثُمَّ يَعْرُجُ الَّذِينَ بَاتُوا فِيكُمْ فَيَسْأَلُهُمْ وَهُوَ أَعْلَمُ بِهِمْ كَيْفَ تَرَكْتُمْ عِبَادِي فَيَقُولُونَ تَرَكْنَاهُمْ وَهُمْ يُصَلُّونَ وَأَتَيْنَاهُمْ وَهُمْ يُصَلُّونَ 
Telah menceritakan kepada kami 'Abdullah bin Yusuf berkata, telah telah menceritakan kepada kami Malik dari Abu Az Zinad dari Al A'raj dari Abu Hurairah, bahwa Rasulullah shallallahu 'alaihi wasallam bersabda: Para Malaikat malam dan Malaikat siang silih berganti mendatangi kalian. Dan mereka berkumpul saat shalat Fajar (Subuh) dan 'Ashar. Kemudian Malaikat yang menjaga kalian naik ke atas hingga Allah Ta'ala bertanya kepada mereka, dan Allah lebih mengetahui keadaan mereka (para hamba-Nya), 'Dalam keadaan bagaimana kalian tinggalkan hamba-hambaKu? ' Para Malaikat menjawab, 'Kami tinggalkan mereka dalam keadaan sedang mendirikan shalat. Begitu juga saat kami mendatangi mereka, mereka sedang mendirikan shalat. (H. Imam Bukhari no 522)





Hukum Tasybik













Arti Tasybik
Tasybik atau menjalin jari jemari adalah memasukan jari-jemari tangan yang satu kedalam
jari-jemari tangan yang lainnya, dengan kata lain ialah menyatukan kedua belah tangan kita dengan memasukan jari-jemari.

Hukum Tasybik
Hukum Tasybik dapat digolongkan menjadi dua, yaitu hukum tasybik waktu menunggu sholat dan hukum tasybik sesudah sholat.

Hukum Tasybik Waktu Menunggu Sholat
Fatwa Syaikh Abdul Aziz Ar Rajihi Nabi ﷺ melarang melakukan tasybik, yaitu menjalinkan jari jemari. Dari Ka’ab bin ‘Ujroh, Rasulullah ﷺ bersabda:
 إِذَا تَوَضَّأَ أَحَدُكُمْ فَأَحْسَنَ وُضُوءَهُ ثُمَّ خَرَجَ عَامِدًا إِلَى الْمَسْجِدِ فَلاَ يُشَبِّكَنَّ بَيْنَ أَصَابِعِهِ فَإِنَّهُ فِى صَلاَةٍ 
 “Jika salah seorang di antara kalian berwudhu, lalu memperbagus wudhunya, kemudian keluar menuju masjid dengan sengaja, maka janganlah ia menjalin jari-jemarinya karena ia sudah berada dalam keadaan shalat.” (HR. Tirmidzi no. 386, Ibnu Majah no. 967, Abu Daud no. 562. Al Hafizh Abu Thohir mengatakan bahwa hadis ini Hasan).

Menjalin jari-jemari TERLARANG dilakukan SEBELUM shalat, yaitu ketika menunggu shalat. Sebagaimana hadis:
 إذا كان أحدكم يصلي فلا يشبكن بين أصابعه 
 “Jika salah seorang dari kalian shalat, maka janganlah menjalin jari-jemarinya.”
  Karena orang yang menunggu shalat itu sebagaimana orang yang shalat.

Hukum Menjalinkan Jari Jemari Saat Menanti Shalat Ijma para fuqaha menyebutkan bahwa menjalin jari jemari didalam shalat adalah makruh berdasarkan apa yang diriwayatkan “dari Ka’ab bin ‘Ajrah bahwa Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam melihat seseorang tengah menjalin jari jemarinya saat (menanti) shalat lalu Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam melepaskan (jalinan) jari jemarinya itu.
 ” Ibnu Umar ketika melihat seseorang tengah shalat dengan menjalin jari jemarinya
  maka mengatakan, ”Itu adalah shalat orang-orang yang dimurkai.”


Hukum Tasybik (menjalin jari-jemari) setelah wudlu dan hendak sholat baik itu berada
di luar/di dalam masjid baik dalam keadaan duduk/berdiri ataupun sedang berjalan menuju masjid untuk menunaikan sholat maka para ulama Hanafi, Syafi’i dan Hambali memakruhkannya dalam keadaan seperti itu karena menanti shalat termasuk di dalam hukum shalat berdasarkan hadits ash Shahihain,
”Seorang dari kalian senantiasa berada di dalam shalat selama ia menanti shalat itu.”

Juga apa yang diriwayatkan oleh Ahmad, Abu Daud dan selainnya,
”Apabila salah seorang di antara kalian berwudhu hendaklah dia memperbaiki
  wudhunya lalu keluar dengan sengaja menuju masjid maka janganlah menjalin jari
  jemari sesugguhnya ia berada di dalam shalat.”

Apa yang diriwayatkan dari Abu Said al Khudriy bahwa Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda, ”Apabila salah seorang dari kalian berada di masjid maka janganlah dia menjalinkan (jari-jemari), sesungguhnya menjalinkan (jari-jemari itu) adalah dari setan dan sesungguhnya salah seorang dari kalian senantiasa berada di dalam shalat selama dia berada di masjid hingga dia keluar darinya.”

Karena orang yang menunggu shalat itu sebagaimana orang yang shalat. Nabi ﷺ pernah kurang rakaat shalatnya karena lupa. Beliau ﷺ hanya shalat dua rakaat kemudian pergi ke tepi masjid dan bersandar di tiang kayu sambil ber-tasybik [HR. Ibnu Hibban].
Beliau ﷺ mengira shalatnya tersebut sudah sempurna dikerjakan. Hal ini menunjukkan bahwa jika shalat sudah selesai maka boleh ber-tasybik. Sedangkan jika belum, maka tidak boleh. Karena orang yang menunggu shalat itu sebagaimana orang yang shalat. Adapun orang yang berjalan ke masjid, maka hukumnya juga sebagaimana hukum orang yang shalat (tidak boleh ber-tasybik, pent.). Dan hendaknya orang yang berjalan ke masjid menghadirkan keagungan Allah dalam hatinya. Demikian yang nampaknya lebih tepat.


Hukum Tasybik Sesudah Sholat
Hukum tasybik sesudah sholat diperbolehkan baik itu berada di dalam masjid maupun di
luar masjid. Jadi hukum makruh tasybik hanya berlaku waktu akan menunaikan sholat
dan sudah berwudlu.



Semoga Bermanfaat