Kamis, 13 September 2018

Tata Cara Mandi Besar


















Masalah tata cara mandi besar baik itu mandi junub, mandi haid dan mandi nifas, merupakan masalah yang sangat penting bagi umat muslim. bagaimana tidak jika kita
salah dalam mandi besar maka terus menerus sholat kita tidak akan diterima.
Karena ini pada kesempatan ini kami mencoba menjelaskan secara gamblang berikut
dalilnya supaya dimengerti dan diamalkan oleh khalayak muslim. 

Arti Janabat/Junub
Janabat diartikan sebagai air mani yang memancar atau bersetubuh. Jadi arti
janabat/junub adalah orang yang tidak suci dikarenakan mengeluarkan air mani atau
bersetubuh.

Sebab Keharusan Mandi Janabat
Ada dua sebab harus mandi janabat yaitu:

Pertama, karena keluarnya air mani dari laki-laki maupun perempuan dengan sebab apapun, baik karena bermimpi, mansturbasi, bersenda gurau, memandang ataupun memikirkan. Dari Ummu Salamah RA, dia berkata: Pernah Ummu Sulaim datang kepada Rasulullah SAW, lalu berkata: “Ya Rasulullah, sesungguhnya Allah tidak malu menerangkan yang hak. Apakah wanita wajib mandi ketika bermimpi?” Maka jawab Rasulullah SAW: “Ya, apabila ia melihat air mani,” (H.R. al-Bukhari: 278, dan Muslim: 313). Ihtalamat: mimpi bersetubuh.
Sedang menurut riwayat Abu Daud (236) dan lainnya, dari ‘Aisyah RA, dia berkata: Rasulullah SAW pernah ditanya tentang orang laki-laki yang merasakan basah tapi tidak ingat mimpi, maka jawab beliau: “Dia harus mandi,” dan tentang orang laki-laki yang merasa bahwa dirinya telah bermimpi, tetapi tidak menemukan sesuatu yang basah, maka jawab beliau: “Dia tidak wajib mandi.” Maka berkatalah Ummu Sulaim: “Wanita juga bermimpi seperti itu. Apakah ia juga wajib mandi?” Jawab Rasul: “Ya, wanita adalah belahan orang lelaki.” Maksudnya, wanita itu sama seperti laki-laki tentang kejadian maupun tabi’atnya, jadi seolah-olah mereka itu adalah belahan kaum lelaki.

Kedua, bersetubuh, sekalipun tidak sampai mengeluarkan air mani. Diriwayatkan oleh al-Bukhari (287), dan Muslim (348), dari Abu Hurairah RA, dari Nabi SAW, beliau bersabda: “Apabila laki-laki telah duduk di antara bagian-bagian tubuh wanita yang empat, kemudian meletihkannya, maka berarti ia telah wajib mandi.”
Sedang dalam suatu riwayat lain menurut Muslim: “Sekalipun dia tidak mengeluarkan mani.” Syu’abiha jamak dari syu’bah artinya: penggalan dari sesuatu. Sedang di sini yang dimaksud dua paha dan dua betis wanita. Jahadaha: laki-laki dengan gerakannya meletihkan wanita. Dan dalam suatu riwayat lain menurut Muslim juga (349), dari ‘Aisyah RA: .........dan khitan telah menyentuh khitan, maka berarti telah wajib mandi. Maksudnya, wajib mandi atas yang laki-laki maupun yang perempuan, karena kedua-duanya bersekutu, yakni sama-sama melakukan hal menyebabkan mandi.
Al-khitan: bagian yang dipotong ketika dilakukan penyunatan. Pada anak kecil, yang dimaksud ialah kulit yang menutupi kepala zakar. Adapun persentuhan antara dua khitan, yang dimaksud pergesekan di antara keduanya, yaitu bahasa kinayah dari bersetubuh.


Hal-hal yang Diharamkan Akibat Janabat
Ada beberapa hal yang haram dilakukan akibat janabat, yaitu:
Shalat,
Baik shalat fardhu maupun shalat sunnah, karena Allah Ta’ala berfirman:
يَا أَيُّهَا الَّذِينَ آمَنُوا لَا تَقْرَبُوا الصَّلَاةَ وَأَنْتُمْ سُكَارَىٰ حَتَّىٰ تَعْلَمُوا مَا تَقُولُونَ وَلَا جُنُبًا إِلَّا عَابِرِي سَبِيلٍ حَتَّىٰ تَغْتَسِلُوا ۚ وَإِنْ كُنْتُمْ مَرْضَىٰ أَوْ عَلَىٰ سَفَرٍ أَوْ جَاءَ أَحَدٌ مِنْكُمْ مِنَ الْغَائِطِ أَوْ لَامَسْتُمُ النِّسَاءَ فَلَمْ تَجِدُوا مَاءً فَتَيَمَّمُوا صَعِيدًا طَيِّبًا فَامْسَحُوا بِوُجُوهِكُمْ وَأَيْدِيكُمْ ۗ إِنَّ اللَّهَ كَانَ عَفُوًّا غَفُورًا
Hai orang-orang yang beriman, janganlah kamu shalat, sedang kamu dalam keadaan mabuk, sehingga kamu mengerti apa yang kamu ucapkan, (jangan pula hampiri mesjid) sedang kamu dalam keadaan junub, terkecuali sekedar berlalu saja, hingga kamu mandi. Dan jika kamu sakit atau sedang dalam musafir atau datang dari tempat buang air atau kamu telah menyentuh perempuan, kemudian kamu tidak mendapat air, maka bertayamumlah kamu dengan tanah yang baik (suci); sapulah mukamu dan tanganmu. Sesungguhnya Allah Maha Pemaaf lagi Maha Pengampun. (Q.S. an-Nisa’: 43).

Yang dimaksud di sini tempat shalat. Karena berlalu terhadap shalat tentu tak mungkin dilakukan. Dan oleh karenanya, maka lebih-lebih lagi firman ini merupakan larangan terhadap shalat itu sendiri bagi orang yang sedang dalam keadaan junub. Menurut riwayat Muslim (224) dan lainnya, dari Ibnu Umar RA, dia berkata: Sesungguhnya aku pernah mendengar Rasulullah SAW bersabda: “Takkan diterima shalat tanpa bersuci.” Dan bersuci di sini adalah mencakup bersuci dari hadats dan janabat, di samping hadits ini juga menunjukkan haramnya shalat atas orang yang berhadats dan junub.

Tinggal dan duduk dalam masjid.
Adapun sekedar lewat dalam masjid tanpa diam dan bolak-balik di sana, itu tidaklah haram. Allah Ta’ala berfirman: Dan (jangan pula menghampirinya) sedang kamu dalam keadaan junub, terkecuali sekedar berlalu saja. Maksudnya, janganlah kamu mengahampiri shalat maupun tempatnya -yaitu masjid- apabila kamu dalam keadaan junub, terkecuali sekedar berlalu saja. Rasulullah SAW bersabda: Aku tidak menghalalkan masjid bagi orang yang haid dan junub. (H.R. Abu Daud: 232).
Larangan ini dimaksudkan terhadap diam dalam masjid, sebagaimana anda tahu dari ayat tersebut di atas, dan juga karena alasan yang akan dijelaskan dalam bab Haid. Thawaf sekeliling Ka’bah, baik thawaf fardhu maupun thawaf sunnah. Karena thawaf itu kedudukannya sama dengan shalat, dan oleh karenanya dipersyaratkan untuknya bersuci, seperti halnya shalat.
Sabda Rasulullah SAW: Thawaf di sekeliling Ka’bah adalah shalat juga. Hanya saja dalam thawaf Allah memperbolehkan kamu berbicara. Maka, barangsiapa berbicara, hendaklah jangan berbicara selain yang baik-baik saja. (H.R. al-Hakim: 1:458, dan dia katakan, shahih isnadnya) Membaca al-Qur’an. Sabda Rasulullah SAW: Janganlah orang yang Haid maupun junub membaca sesuatu dari al-Qur’an. (H.R. at-Tirmidzi: 131 dan lainnya).
Catatan: Bagi orang yang junub diperbolehkan membaca al-Qur’an dalam hati tanpa melafazhkannya. Begitu pula boleh memandang mushhaf, dan membaca dzikir-dzikir yang berasal dari al-Qur’an, asal dengan maksud berdzikir, bukan membaca al-Qur’an. Contohnya mengucapkan do’a surat al-Baqarah ayat 201: Yang artinya: "Ya Tuhan Kami, berilah Kami kebaikan di dunia dan kebaikan di akhirat dan peliharalah Kami dari siksa neraka". (Q.S. a;-Baqarah: 201). Yakni, bila dengan maksud berdo’a. Contoh lain, ketika naik kendaraan maka mengucapkan dengan maksud berdxikir, bukan membaca al-Qur’an: "Maha suci Tuhan yang telah menundukkan semua ini bagi Kami Padahal Kami sebelumnya tidak mampu menguasainya. (Q.S. az-Zukhruf: 13).

Menyentuh dan membawa mushhaf, atau menyentuh kertasnya atau kulitnya: atau membawa mushhaf dalam kantong ataupun peti. Allah Ta’ala berfirman: Tidak menyentuhnya (al-Qur’an) kecuali orang-orang yang disucikan. (Q.S. al-Waqi’ah: 79). Dan sabda nabi SAW: Tidak menyentuh al-Qur’an selain orang yang suci. (H.R. ad-Daruquthni: 1/121, dan Malik dalam Muwaththa’nya secara mursal: 1/199). Catatan: bagi orang yang junub diperbolehkan membawa mushhaf, bila berbareng dengan barang-barang lain ataupun maupun buntalan kain, tanpa bermaksud membawa mushhaf itu saja, tetapi membawanya berikut berikut membawa barang-barang lain atau buntalan kain. Begitu pula, boleh membawa Kitab tafsir al-Qur’an, manakala tafsirnya lebih banyak dari Qur’annya. Karena menurut ‘uruf, orang seperti itu tak bisa disebut membawa al-Qur’an.

Tata Cara Mandi Janabat
Adapun tata-tata cara mandi, maka ada dua macam :
Tata cara yang mencukupi dan diterima (sah) ialah mencuci kepala dan seluruh badannya. Adapun tata cara yang sempurna adalah sesuai yang tercantum dalam hadits 'Aisyah di Bukhari dan Muslim ia berkata : "Adalah Rasulullah -shallallahu 'alaihi wa sallam- jika ia melakukan mandi junub, beliau memulai dengan mencuci kedua tangannya, kemudian menuangkan air dengan tangan kanannya ke tangan kiri, lalu mencuci kemaluannya, kemudian berwudhuk, kemudian mengambil air, lalu beliau memasukkan jari jemarinya ke pangkal rambut, kemudian beliau menuangkan air atas kepalanya tiga tuangan, kemudian beliau menyiramkan air ke sekujur tubuhnya kemudian mencuci kedua kakinya." Hadits ini adalah lafaz yang dikeluarkan oleh Muslim. Hadits yang senada dengan ini ada di Bukhari dan Muslim dari hadits Maimunah -semoga Allah meridhainya- . Artinya: tata cara mandi yang sempurna itu didahului oleh wadhuk, cuma saja mencuci kedua kakinya diakhirkan saat selesai memandikan sekujur tubuh.
Adapun tata cara mandi yang sah dan diterima (minimal) tidak didahului wadhuk. Kedua cara itu sah. Tidaklah wajib bagi wanita untuk menguraikan kepang rambutnya saat mandi, berdasarkan hadits Ummu Salamah di shahih Muslim ia berkata : saya bertanya, wahai Rasulullah sesungguhnya saya adalah wanita yang kepang rambut saya tebal, apakah saya menguraikannya untuk mandi junub dan haid, beliau menjawab : "Tidak. Cukuplah bagimu untuk menuangkan air ke atas kepalamu tiga kali tuangan".

Rukun dan Sunnah Mandi Janabah 
Lalu para ulama memilah mana yang merupakan pokok dalam mandi janabah, sehingga tidak boleh ditinggalkan, mana yang merupakan sunnah sehingga bila ditinggalkan tidak merusak sah-nya mandi janabah itu.
 A. Rukun
     Untuk melakukan mandi janabah, maka ada 3 hal yang harus dikerjakan karena
      merupakan rukun/pokok:
     Niat. Sabda Nabi SAW: Semua perbuatan itu tergantung dari niatnya. Menghilangkan
     Najis Kalau Ada di Badan Menghilangkan najis dari badan sesunguhnya merupakan
     syarat sahnya mandi janabah. Dengan demikian, bila seorang akan mandi janabah,
     disyaratkan sebelumnya untuk memastikan tidak ada lagi najis yang masih menempel
     di badannya. Caranya bisa dengan mencucinya atau dengan mandi biasa dengan sabun
     atau pembersih lainnya. Adapun bila najisnya tergolong najis berat, maka wajib
      mensucikannya dulu dengan air tujuh kali dan salah satunya dengan tanah.
     Meratakan Air Hingga ke Seluruh Badan Seluruh badan harus rata mendapatkan air,
     baik kulit maupun rambut dan bulu. Baik akarnya atau pun yang terjuntai. Semua 
     penghalang wajib dilepas dan dihapus, seperti cat, lem, pewarna kuku atau pewarna
     rambut bila bersifat menghalangi masuknya air. Sedangkan pacar kuku dan tato,
     tidak bersifat menghalangi sampainya air ke kulit, sehingga tetap sah mandinya,
     lepas dari masalah haramnya membuat tato.

B. Sunnah-sunnah yang Dianjurkan dalam Mandi Janabah:
Membaca basmalah.
Membasuh kedua tangan sebelum memasukkan ke dalam air Berwudhu` sebelum mandi Aisyah RA berkata,`Ketika mandi janabah, Nabi SAW berwudku seperti wudhu` orang shalat. . Menggosokkan tangan ke seluruh anggota tubuh. Hal ini untuk membersihkan seluruh anggota badan. Mendahulukan anggota kanan dari anggota kiri seperti dalam berwudhu’ Wallahu a’lam bishshawab,

Rasulullah telah menyebutkan tata cara mandi haid dalam hadits yang diriwayatkan oleh Muslim dari ‘Aisyah Radhiyallahu ‘Anha bahwa Asma’ binti Syakal Radhiyallahu ‘Anha bertanya kepada Rasulullah Shallallahu ‘Alaihi wa Sallam tentang mandi haidh, maka beliau bersabda:
 تَأْخُذُإِحْدَا كُنَّ مَائَهَا وَسِدْرَهَا فَتََطَهَّرُ فَتُحْسِنُ الطُّهُورَ أوْ تَبْلِغُ فِي الطُّهُورِ ثُمَّ تَصُبُّ عَلَى رَأْسِهَا فَتَدْلُكُُهُ دَلْكًا شَدِ يْدًا حَتََّى تَبْلِغَ شُؤُونَ رَأْسِهَا ثُمَّ تَصُبُّ عَلَيْهَا المَاءَ ثُمَّ تَأْخُذُ فِرْصَةً مُمَسَّكَةً فَتَطْهُرُ بِهَا قَالَتْ أسْمَاءُ كَيْفَ أتََطَهَّرُبِهَا قَالَ سُبْحَانَ الله ِتَطَهُّرِي بِهَا قَالَتْْ عَائِشَةُ كَأنَّهَا تُخْفِي ذَلِكَ تَتَبَّعِي بِهَا أثَرَالدَّمِ 
“Salah seorang di antara kalian (wanita) mengambil air dan sidrahnya (daun pohon bidara, atau boleh juga digunakan pengganti sidr seperti: sabun dan semacamnya-pent) kemudian dia bersuci dan membaguskan bersucinya, kemudian dia menuangkan air di atas kepalanya lalu menggosok-gosokkannya dengan kuat sehingga air sampai pada kulit kepalanya, kemudian dia menyiramkan air ke seluruh badannya, lalu mengambil sepotong kain atau kapas yang diberi minyak wangi kasturi, kemudian dia bersuci dengannya. Maka Asma’ berkata: “Bagaimana aku bersuci dengannya?” Beliau bersabda: “Maha Suci Allah” maka ‘Aisyah berkata kepada Asma’: “Engkau mengikuti (mengusap) bekas darah (dengan kain/kapas itu).” Dari ‘Aisyah Radhiyallahu ‘Anha bahwa seorang wanita bertanya kepada Nabi Shallallahu ‘alaihi wa Sallam tentang mandi dari haid. Maka beliau memerintahkannya tata cara bersuci, beliau bersabda:
 تَأْخُذُ فِرْصَةً مِنْ مِسْكٍ فَتَطَهُّرُ بِهَا قَالَتْ كَيْفَ أَتَطَهُّرُ بِهَاقَالَ تَطَهَّرِي بِهَاسُبْحَانَ اللهِ.قَالَتْ عَائِشَةُ وَاجْتَذَبْتُهَا إِلَيَّ فَقُلْتُ تَتَبْعِي بِهَاأَثَرَا لدَّمِ 
 “Hendaklah dia mengambil sepotong kapas atau kain yang diberi minyak wangi kemudian bersucilah dengannya. Wanita itu berkata: “Bagaimana caranya aku bersuci dengannya?” Beliau bersabda: “Maha Suci Allah bersucilah!” Maka ‘Aisyah menarik wanita itu kemudian berkata: “Ikutilah (usaplah) olehmu bekas darah itu dengannya(potongan kain/kapas).” (HR. Muslim: 332) An-Nawawi rahimahullah berkata (1/628): “Jumhur ulama berkata (bekas darah) adalah farji (kemaluan).” Beliau berkata (1/627): “Diantara sunah bagi wanita yang mandi dari haid adalah mengambil minyak wangi kemudian menuangkan pada kapas, kain atau semacamnya, lalu memasukkannya ke dalam farjinya setelah selesai mandi, hal ini disukai juga bagi wanita-wanita yang nifas karena nifas adalah haid.” (Dinukil dari Jami’ Ahkaam an-Nisaa’: 117 juz: 1).

a. Do’a Niat Mandi Janabat
نَوَيْتُ الْغُسْلَ لِرَفْعِ الْحَدَثِ اْلاَكْبَرِ فَرْضًا ِللهِ تَعَالَى
"Nawaitul Ghusla Lifraf il Hadatsil Akbarii FardhalLillahi Ta’aala”
Artinya: saya niat mandi wajib untuk mensucikan hadast besar fardhu karena Allah ta’aala.

b Doa Niat Mandi Wajib Setelah Haid
 نَوَيْتُ الْغُسْلَ لِرَفْعِ حَدَثِ الْحَيْضِ ِللهِ تَعَالَى 
“Nawaitul Ghusla Lifraf il Hadatsil Akbari minal Haidil Lillahi Ta’ala”
Artinya: saya niat mandi wajib untuk mensucikann hadast besar dari haid karena Allah Ta’ala.

c. Doa Niat Mandi Setelah Nifas
نَوَيْتُ الْغُسْلَ لِرَفْعِ حَدَثِ النِّفَاسِ ِللهِ تَعَالَى
NAWAITUL GHUSLA LIROF'I KHADATSIN NIFAASI LILLAAHI TA'AALA
Artinya: Saya niat mandi untuk menghilangkan hadats nifas karena Allah Ta'ala


Mengganti Mandi Junub dengan Tayamum
Mandi junub seharusnya menggunakan air. Kalau tidak ada air boleh menggantinya dengan tayamum. Dibolehkan juga tayamum bagi orang junub tetapi dia khawatir sakit bila menggunakan air tersebut, karena cuaca dingin dan airnya juga dingin. Kebolehan tayamum sebagai ganti mandi ini didasarkan pada firman Allah:
 وَإِنْ كُنْتُمْ مَرْضَى أَوْ عَلَى سَفَرٍ أَوْ جَاءَ أَحَدٌ مِنْكُمْ مِنَ الْغَائِطِ أَوْ لامَسْتُمُ النِّسَاءَ فَلَمْ تَجِدُوا مَاءً فَتَيَمَّمُوا صَعِيدًا طَيِّبًا 
“Jika kamu sakit atau dalam perjalanan atau kembali dari tempat buang air (toilet) atau menyentuh perempuan, lalu kamu tidak memperoleh air, Maka bertayammumlah dengan tanah yang baik (bersih);” (QS. Al-Maidah: 6) Kemudian dalam hadis dikisahkan bahwa Amr bin al-Ash pernah junub pada suatu malam dan merasa kedinginan. Dia khawatir sakit kalau mandi junub karena cuacanya sangat dingin. Akhirnya dia tayamum dan menjadi imam shubuh. Sahabat yang mengetahui peristiwa itu akhirnya melapor kepada Rasulullah dan Rasul bertanya kepada Amr, “Wahai Amr, engkau mengimami shalat para shahabatmu dalam keadaan junub?” Amr menjelaskan alasan tayamum kepada Rasulullah sembari mengutip firman Allah SWT:
 وَلا تَقْتُلُوا أَنْفُسَكُمْ إِنَّ اللَّهَ كَانَ بِكُمْ رَحِيماً 
“Dan janganlah kamu membunuh dirimu; Sesungguhnya Allah adalah Maha Penyayang kepadamu.” (QS. An-Nisa: 29)
Mendengar jawaban itu, Rasulullah tertawa dan tidak mengatakan sesuatupun
(HR: Abu Daud).


Jika Artikel Ini Bermanfaat
Silahkan Share ke Teman-Teman Kalian




Tidak ada komentar:

Posting Komentar